Ini Aturan Outsourcing yang Mau Direvisi

Ini Aturan Outsourcing yang Mau Direvisi

Anisa Indraini - detikFinance
Jumat, 06 Jan 2023 17:20 WIB
Ratusan buruh dari berbagai elemen melakukan aksi damai di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Selasa (7/10/2014). Aksi ini dilakukan sebagai peringatan hari kelayakan pekerja se dunia dalam aksinya mereka menuntut penghapusan sistem outsourcing.
Aksi buruh tolak outsourcing/Foto: Agung Pambudhy
Jakarta -

Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menepis terbitnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja akan membuka pintu lebar-lebar buat alih daya atau outsourcing. Justru dengan itu akan dibatasi jenis pekerjaannya.

Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kemnaker Indah Anggoro Putri menjelaskan lewat Perppu Cipta Kerja akan melindungi pekerja outsourcing dengan mengatur pembatasan jenis pekerjaan yang bisa menggunakan tenaga alih daya.

"Sebelumnya UU Cipta Kerja tidak mengatur pembatasan jenis pekerjaan yang dapat dialihdayakan. Hal itu dimaknai bahwa pelaksanaan alih daya dapat dilakukan terbuka untuk semua jenis pekerjaan dalam suatu proses produksi. Nah kemudian Perppu ini mengatur pembatasan jenis pekerjaan," kata Indah dal konferensi pers virtual, Jumat (6/1/2023).

Untuk membatasi jenis pekerjaan yang bisa menggunakan tenaga outsourcing, Kemnaker akan merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja. Aturan itu merupakan turunan UU Cipta Kerja yang sudah tidak berlaku lagi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"PP Nomor 35 Tahun 2021 kan turunannya (UU) Cipta Kerja ya, nah itu kan ada membahas mengenai outsourcing, itu kami ubah. Jadi kami dalam proses merevisi PP 35 tersebut," tuturnya.

Aturan pekerja outsourcing yang mau diubah, diatur dalam bab III PP Nomor 35 Tahun 2021. Berikut isinya:

Pasal 18

ADVERTISEMENT

(1) Hubungan kerja antara perusahaan alih daya dengan pekerja/buruh yang dipekerjakan, didasarkan pada PKWT atau PKWTT.
(2) PKWT atau PKWTT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibuat secara tertulis.
(3) Pelindungan pekerja/buruh, upah, kesejahteraan, syarat kerja, dan perselisihan yang timbul dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan menjadi tanggung jawab perusahaan alih daya.
(4) Pelindungan pekerja/buruh, upah, kesejahteraan, syarat kerja, dan perselisihan yang timbul sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

Pasal 19

(1) Dalam hal perusahaan alih daya mempekerjakan pekerja/buruh berdasarkan PKWT, maka perjanjian kerja tersebut harus mensyaratkan pengalihan pelindungan hak bagi pekerja/buruh apabila terjadi pergantian perusahaan alih daya dan sepanjang obyek pekerjaannya tetap ada.
(2) Persyaratan pengalihan pelindungan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan jaminan atas kelangsungan bekerja bagi pekerja/buruh yang hubungan kerjanya berdasarkan PKWT dalam perusahaan alih daya.
(3) Dalam hal pekerja/buruh tidak memperoleh jaminan atas kelangsungan bekerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2), perusahaan alih daya bertanggung jawab atas pemenuhan hak pekerja/buruh.

Pasal 20

(1) Perusahaan alih daya harus berbentuk badan hukum dan wajib memenuhi perizinan berusaha yang diterbitkan oleh pemerintah pusat.
(2) Syarat dan tata cara memperoleh perizinan berusaha dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai norma, standar, prosedur, dan kriteria perizinan berusaha yang ditetapkan oleh pemerintah pusat.

(aid/hns)

Hide Ads