Setelah Sterilisasi Kawasan Kuliner GI, PKL Curhat Omzet Turun

Setelah Sterilisasi Kawasan Kuliner GI, PKL Curhat Omzet Turun

Shafira Cendra Arini - detikFinance
Rabu, 18 Jan 2023 15:00 WIB
Kawasan Kuliner GI
Foto: (Shafira Cendra Arini/detikcom)
Jakarta -

Para pedagang kaki lima (PKL) yang berjualan di kawasan belakang Mal Grand Indonesia (GI) dan Plaza Indonesia (PI) mengalami penertiban. Kawasan disterilisasi sehingga kini jalanan tampak lengang dan bersih.

Ternyata kondisi ini berimbas pada para pedagang yang masih berjualan di area tersebut. Sterilisasi sendiri dilakukan hanya di sebagian area, tepatnya di dekat bundaran di antara PI dan GI, sehingga pedagang di luar area tersebut masih bisa berjualan.

Salah seorang pedagang gado-gado di belakang PI, Ati mengatakan, langkah penertiban tersebut justru membuat pengunjung di kawasan tersebut menurun. Padahal sebelumnya, kawasan ini ramai didatangi pengunjung dari berbagai daerah karena menjadi sentra kuliner yang viral di media sosial.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Justru nggak ada ini malah di sini ngaruh (penjualan), orang jarang keluar. Biasanya yang dari daerah pada datang, penasaran cari yang viral-viral. Eh setelah ini dibongkar malah jadi sepi," ujar Ati, saat ditemui detikcom di lokasi, Rabu (18/01/2023).

Kalau biasanya Ati bisa mengantongi omzet kotor hingga Rp 800 ribu per harinya, kini pendapatannya menurun ke kisaran Rp 600 ribu per hari.

ADVERTISEMENT

"Nggak banyak penurunan. Alhamdulillah langganan masih pada tetep ada. Cuman mungkin yang lebihnya itu, yang biasa dari daerah pada dateng itu, yang berkurang," katanya.

Lihat juga video 'Ngaku Selalu Bayar Sewa, 21 PKL Malioboro Digusur dari Lahan Sultan':

[Gambas:Video 20detik]



Bersambung ke halaman selanjutnya.

Hal serupa juga dirasakan Angela, pedagang sempol di kawasan yang sama. Bahkan, ia merasakan penurunan pendapatan yang drastis hingga 50% setelah sterilisasi tersebut. Pasalnya, daya tarik orang untuk datang ke sana pun sebagai kawasan kuliner menurun drastis.

"Karena mereka yang bukan karyawan kan pasti taunya 'ah ini mah udah pada nggak jualan'. Pastinya kan ngaruh juga ke penjualan saya. Langsung anjlok hampir 50%," ujar Angela.

Bukan hanya karena penurunan pengunjung dari luar, Angela mengatakan, pembeli dari golongan karyawan pun menurun. Ragam pilihan makanan yang berkurang membuat karyawan banyak yang mengurungkan niatnya untuk jajan ke kawasan tersebut.

"'Wah nggak ada penjual nasi, ngapain ke bawah', kata mereka. Mereka juga kesulitan mencari makanan karena kan kantinnya jadi penuh sementara jam istirahatnya hanya 1 jam," ujarnya, menceritakan curahan hati dari para karyawan kepadanya.

Oleh karena itu, kini Angela menurunkan kuantitas dari sempol yang ia jual. Secara bertahap, kini ia tengah mencoba menyesuaikan kembali berapa porsi yang harus ia sediakan setiap harinya.

"Tadinya rame banget, karena pada ada makanan viral itu ya, di luar karyawan. Semenjak ada sterilan kaya gini, saya jadi masih bertahap (menyesuaikan porsi)," katanya.

Angela memutuskan berjualan di sana sekitar 2,5 tahun yang lalu, setelah ia terdampak efisiensi perusahaannya kala pandemi memuncak. Ia mengaku berjualan di kawasan tersebut karena melihat peluang besar di sana sebagai kawasan kuliner yang terkenal. Omzetnya pun cukup besar, bisa menyentuh Rp 1 juta per harinya

"Agak nggak nentu. Tapi bisa sampai laku seribu tusuk. Sekitar Rp 1 jutaan, kotornya," katanya.

Ia berharap, kawasan kuliner belakang GI ini bisa kembali seperti dulu, dengan jajanan-jajanan viralnya. Kondisi itu menurutnya jadi daya tarik dan mengundang banyak orang berdatangan, hingga pedagang-pedagang di area tersebut pun kecipratan pembeli seperti dirinya.


Hide Ads