Pedagang Curhat Omzet Terjun Bebas
Angela mengaku, dirinya merasakan penurunan pendapatan yang drastis hingga 50% setelah sterilisasi tersebut. Pasalnya, daya tarik orang untuk datang ke sana pun menurun drastis.
"Karena mereka yang bukan karyawan kan pasti taunya 'ah ini mah udah pada nggak jualan'. Pastinya kan ngaruh juga ke penjualan saya. Langsung anjlok hampir 50%," ujar Angela.
Bukan hanya karena penurunan pengunjung dari luar, Angela mengatakan, pembeli dari golongan karyawan pun menurun. Ragam pilihan makanan yang berkurang membuat karyawan banyak yang mengurungkan niatnya untuk jajan ke kawasan tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Oleh karena itu, kini Angela menurunkan kuantitas dari sempol yang ia jual. Secara bertahap, kini ia tengah mencoba menyesuaikan kembali berapa porsi yang harus ia sediakan setiap harinya.
"Tadinya rame banget, karena pada ada makanan viral itu ya, di luar karyawan. Semenjak ada sterilan kaya gini, saya jadi masih bertahap (menyesuaikan porsi)," katanya.
Angela memutuskan berjualan di sana sekitar 2,5 tahun yang lalu, setelah ia terdampak efisiensi perusahaannya kala pandemi memuncak. Ia mengaku berjualan di sana karena melihat peluang besar sebagai kawasan kuliner yang terkenal. Omzetnya pun cukup besar, bisa menyentuh Rp 1 juta per harinya
Tidak jauh berbeda dengan Angela, Ati juga merasakan penurunan omzet. hanya saja, penurunannya tidak terlalu drastis lantaran ia masih tertolong dengan para langganannya.
Kalau biasanya Ati bisa mengantongi omzet kotor hingga Rp 800 ribu per harinya, kini pendapatannya menurun ke kisaran Rp 600 ribu per hari.
Ati sangat menyayangkan pembubaran PKL di kawasan kuliner tersebut. Padahal sebelumnya, kawasan ini ramai didatangi pengunjung dari berbagai daerah karena menjadi sentra kuliner yang viral di media sosial.
"Justru nggak ada ini malah di sini ngaruh (penjualan), orang jarang keluar. Biasanya yang dari daerah pada datang, penasaran cari yang viral-viral. Eh setelah ini dibongkar malah jadi sepi," ujar Ati.
(dna/dna)