Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub Maria Kristi Endah Murni dicecar DPR Komisi V soal kecelakaan pesawat Sriwijaya Air SJ 182. Adapun kecelakaan ini terjadi tahun 2021 di Perairan Kepulauan Seribu.
Ketua Komisi V DPR Lasarus mempertanyakan nasib pembayaran santunan yang harus diberikan ke korban. Pasalnya beberapa korban mengaku dipersulit mengklaim hak mereka.
"Soal pembayaran santunan kepada korban kecelakaan Sriwijaya beberapa waktu lalu, SJ 182, kami didatangi berkali-kali oleh pihak korban, dengan alasan dipersulit," katanya dalam RDP Komisi V dengan Dirjen Perhubungan Laut dan Dirjen Perhubungan Udara Kemenhub, Selasa (31/1/2023).
Lasarus mengatakan, korban diwajibkan menandatangani surat pernyataan yang mengharuskan mereka tidak menuntut pihak manapun setelah mendapat bayaran. Padahal menurutnya tidak ada aturan seperti itu.
"Saya cari jejak di aturan yang ada. Di aturan yang ada tidak pernah mensyaratkan bahwa wajib melampirkan surat pernyataan tidak boleh nuntut pihak manapun terus baru santunan itu dibayarkan," lanjutnya.
Terkait ini Maria memberikan penjelasan. Ia menyebut sudah dapat surat dari Sriwijaya Air dan ada beberapa korban yang belum dibayarkan haknya. Alasannya karena korban menuntut kepada pihak yang memproduksi pesawat, yaitu Boeing.
"Ada beberapa korban yang belum dibayarkan dengan alasan korban-korban ini menuntut kepada Boeing langsung melalui pengacara yang mereka tunjuk sendiri," tuturnya.
Saat ditanya apakah ada aturan harus tanda tangan untuk menerima santunan, Maria menyebut tidak ada. "Seingat saya tidak ada," singkatnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi V DPR RI Robert Rouw menyebut antara hak masyarakat, Sriwijaya Air dan Boeing harus dipisahkan. Selain itu hak masyarakat untuk menuntut dihilangkan.
"Tidak menjadi syarat untuk rakyat punya hak menuntut pabrik (Boeing) itu dihilangkan," ungkapnya.
Simak Video "Berselang Hampir 2 Tahun, Investigasi Jatuhnya Sriwijaya Air Terungkap"
[Gambas:Video 20detik]
(zlf/zlf)