Pengusaha Bingung Pemerintah Impor Daging Sapi, Padahal Penjualan Lesu

Pengusaha Bingung Pemerintah Impor Daging Sapi, Padahal Penjualan Lesu

Almadinah Putri Brilian - detikFinance
Jumat, 03 Mar 2023 15:54 WIB
Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat menjelang Nataru 2020, daging sapi impor siap ramaikan pasar Jakarta. Daging itu berasal dari Australia hingga Brasil.
Foto: Rifkianto Nugroho
Jakarta -

Menjelang bulan puasa dan Lebaran, pemerintah akan mengimpor daging sapi dari Brasil. Hal ini dilakukan untuk menjaga stok yang tersedia agar tidak terjadi kelangkaan.

Ketua Umum Jaringan Pemotong dan Pedagang Daging Indonesia (JAPPDI) Asnawi menuturkan, sebenarnya stok daging untuk puasa dan lebaran bukan menipis, hanya saja permintaannya meningkat.

"Sebenarnya tidak menipis (stok daging), ketersediaannya cukup, cuma permintaannya meningkat. Contoh, orang Aceh itu ada (tradisi) meugang, hari awal ramadan, mau nggak mau di rumah itu mesti ada daging, berapapun harga dibeli," tuturnya kepada detikcom, Jumat (3/3/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia menambahkan bahwa impor itu dilakukan pemerintah sebagai antisipasi agar tidak terjadi lonjakan harga dan permainan harga oleh para distributor atau importir. Ia menilai apabila pemerintah tidak melakukan impor akan ada gejolak permainan harga daging sapi.

"Tapi ketika pemerintah melakukan itu (impor) maka harga tidak bergejolak liar," katanya.

ADVERTISEMENT

Terkait stok daging sapi, ia mengaku sedikit bingung karena data yang diterima dengan kondisi lapangan agak sedikit berbeda. Sebab, di lapangan tingkat jual beli daging di pasaran terpantau lesu, namun data dari pemerintah tingkat konsumsi daging masyarakat meningkat. Meski demikian, ia mengatakan akan tetap mengikuti data yang dikeluarkan oleh pemerintah.

"Dari sebaran anggota kami di 9 provinsi dan 17 kabupaten/kota, pantauan sangat lesu, daya beli. Dari yang biasanya sehari (jual) 2 paha hingga satu ekor, ini nggak abis. Sekarang nggak bisa kayak gitu," tuturnya.

Selain itu, ia mengaku bahwa tingkat pemotongan sapi di Rumah Potong Hewan (RPH) mengalami penurunan. Sebelum pandemi COVID-19, tingkat pemotongan sapi di RPH mencapai 100%. Namun, ketika terjadi pandemi COVID-19 turun hingga 47-50%. Akan tetapi, setelah pandemi COVID-19 justru semakin anjlok hingga 37-45%.

Menurutnya, penurunan tersebut terjadi karena migrasi konsumsi masyarakat. Misalnya, dari yang biasanya mengonsumsi daging sapi selama seminggu sekali menjadi sebulan sekali. Hal ini karena setelah pandemi COVID-19 banyak perusahaan yang tutup dan banyaknya pemutusan hubungan kerja (PHK) serta meningkatnya pengangguran sehingga harus meminimalisir pengeluaran.

Namun, data yang ia terima dari Kementerian Pertanian angka konsumsi daging masyarakat Indonesia naik dari 2,7 kg menjadi 2,9 kg per orang. Hal ini menjadikan kebutuhan daging sapi nasional menjadi 815.651 ton. Sementara itu, kapasitas produksi daging dalam negeri hanya 448.432 ton.

"Artinya mencapai kurang lebih 56% (produksinya), kekurangannya otomatis kita melakukan impor. Impor dilakukan karena faktor konsumsi antara supply dan demand nggak imbang, demand-nya tinggi, supply-nya rendah," paparnya.

(eds/eds)

Hide Ads