Pengamat Transportasi Institut Teknologi Sumatera (ITERA), IB Ilham Malik, mengatakan semua elemen transportasi itu memiliki hak terhadap jalan. Karenanya, saat momen-momen khusus seperti lebaran di mana akan ada salah satu elemen yang merasa haknya dibatasi hal elemen yang lain, perlu dilakukan koordinasi atau konsolidasi. "Karena memiliki hak, tentu kita tahu jika setiap hak itu dibatasi hak orang lain, sehingga perlu dilakukan koordinasi atau konsolidasi lah," tukasnya.
Sebelumnya, Pakar Transportasi Senior, Suripno, menyarankan agar kebijakan transportasi lebaran tidak mengganggu kegiatan transportasi barang atau logistik. Menurutnya, pelarangan terhadap angkutan barang itu justru akan sangat merugikan pemerintah dari sisi ekonomi.
Kepala Pusat Kajian Kebijakan dan Sistem Transportasi dan Logistik Institut Transportasi dan Logistik Trisakti ini mengatakan sesuai UU Nomor 13 tentang Jalan yang dibuat tahun 1982 lalu, konsep dasar pembangunan jalan adalah untuk kepentingan angkutan barang bukan angkutan orang. "Itu falsafah jalan itu dibangun. Yaitu untuk kepentingan angkutan barang, bukan orang. Jadi, kalau ada kebijakan yang malah mengutamakan angkutan orang seperti saat-saat hari-hari besar Lebaran dan Nataru, itu artinya kebijakan tersebut sudah melanggar Undang-Undang," ujarnya.
Kata Suripno, hierarki jalan itu harus mengikuti arus aliran angkutan barang. Jadi, jika mobil-mobil pribadi atau angkutan orang mengalami kemacetan di jalan saat momen-momen tertentu apapun sebenarnya tidak jadi masalah. Hal itu dikarenakan mereka bisa mengatur perjalanannya sendiri untuk terhindar dari kemacetan. "Tapi, kalau angkutan barang itu kan urusan pemerintah. Pemerintah harus ikut campur untuk mengatur kemacetan yang dialami angkutan barang tersebut. Karena, biaya macet untuk angkutan barang itu sangat mahal dan berdampak sekali terhadap perekonomian kita," tukasnya.
Menurutnya, yang harus dilakukan pemerintah saat momen-momen Lebaran dan Nataru serta hari-hari besar lainnya adalah mengalihkan agar masyarakat pengguna mobil-mobil pribadi itu ke moda transportasi umum. "Pemerintah seharusnya mengeluarkan kebijakan seperti itu untuk menghindari kemacetan jalan saat momen-momen besar seperti Lebaran dan Nataru," ucapnya.
Dengan adanya kebijakan pengaturan lalu lintas jalan saat Lebaran dan Nataru yang lebih mengutamakan kepentingan angkutan orang ketimbang barang ini, mantan Direktur Keselamatan Transportasi Kementerian Perhubungan ini justru mempertanyakan pernah tidaknya pemerintah menghitung kerugian ekonomi yang diakibatkan dari kebijakan tersebut. "Pertanyaannya, pernah nggak pemerintah menghitung kerugian ekonomi yang disebabkan dengan membatasi angkutan barang saat momen Lebaran dan Nataru itu?" tukasnya.
Jadi, katanya, seharusnya pemerintah itu konsennya di angkutan barang bukan angkutan orang. Menurutnya, pemerintah seharusnya lebih menghitung kerugian ekonomi yang disebabkan kemacetan jalan akibat angkutan orang pada saat Lebaran itu. "Tapi kalau yang dibatasi malah angkutan barangnya, itu kan nanti ada hubungannya dengan mahalnya ongkos karena suatu produk tidak hadir pada saatnya atau hadir dengan harga yang mahal," katanya.
Jika itu terkait barang-barang ekspor, Suripno mengutarakan kebijakan pelarangan angkutan barang pada saat Lebaran tersebut jelas akan membuat produk-produk Indonesia kalah saing. Hal itu disebabkan pada saat yang ditentukan barang-barang itu tidak ada di pasar. Selain itu, harganya juga menjadi tidak kompetitif lagi karena menjadi lebih mahal dari pesaing. "Ini kan akan membuat barang-barang ekspor kita menjadi nggak laku di pasar. Pertanyaannya, sampai di situ nggak cara berpikirnya? Jadi, tolong hal-hal ini dipelajari lagi. Harus ada perhitungan kerugian ekonomi yang diakibatkan kebijakan tersebut," ucapnya.
(dna/dna)