Catat! Cuma 5 Industri Ini yang Boleh Pangkas Gaji Karyawan Bila Ekspor

ADVERTISEMENT

Catat! Cuma 5 Industri Ini yang Boleh Pangkas Gaji Karyawan Bila Ekspor

Shafira Cendra Arini - detikFinance
Jumat, 17 Mar 2023 13:55 WIB
Pekerja menyelesaikan produksi alas kaki di OB Shoes, Bojongsari, Depok, Jawa Barat, Jumat (20/1/2023). Kementerian Perindustrian menyebut bahwa Industri Kecil dan Menengah (IKM) alas kaki prospektif naik kelas hingga mampu merambah pasar ekspor karena berinovasi dan mampu menjaga kualitas mutu. ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha/foc.
Foto: ANTARA FOTO/ASPRILLA DWI ADHA
Jakarta -

Kementerian Ketenagakerjaan menerbitkan aturan yang mengizinkan perusahaan industri padat karya tertentu berorientasi ekspor memotong gaji buruh atau pekerjanya maksimal 25%. Namun kesempatan ini hanya diberikan terbatas kepada 5 industri di sektor padat karya.

Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial (PHI Jamsos) Indah Anggoro Putri mengatakan, kelima industri tersebut antara lain industri tekstil dan pakaian jadi, industri alas kaki, industri kulit dan barang kulit, industri furnitur, dan industri mainan anak.

"Perusahaan yang dimaksud merupakan perusahaan yang melakukan pembatasan kegiatan usaha akibat perubahan ekonomi nasional," kata Indah, dalam konferensi pers di Kantor Kementerian Ketenagakerjaan, Jakarta, Jumat (17/3/2023).

Indah menekankan, langkah penyesuaian upah dan jam kerja inipun tidak bisa serta merta dilakukan oleh perusahaan. Perusahaan harus memenuhi beberapa kriteria. Pertama, perusahaan harus memiliki pekerja/buruh paling sedikit 200 orang.

Selanjutnya, persentase biaya tenaga kerja dalam biaya produksi paling sedikit sebesar 15%. Dan yang terakhir, produksi harus berdasarkan pada permintaan pesanan dari negara yang berada di kawasan Amerika Serikat (AS) atau Uni Eropa yang dibutuhkan dengan surat permintaan pesanan.

"Kita semua ingin menjaga saudara-saudara kita, buruh di industri padat karya. Jangan sampai dibayar di bawah 75%, jangan sampai di-PHK, jangan sampai dirumahkan dalam keadaan yang tidak jelas. Tidak boleh!," ujarnya.

Indah juga menegaskan, langkah penyesuaian yang dilakukan perusahaan juga harus berdasarkan kesepakatan bersama dengan para pekerjanya. Kemenaker sendiri telah mengimbau kepada para pengawas ketenagakerjaan di seluruh Indonesia untuk memantau jalannya kesepakatan tersebut.

Di sisi lain ia juga menegaskan, dengan pembentukan regulasi ini bukan berarti menunjukkan pemerintah lebih mendukung kepentingan pengusaha. Justru sebaliknya, pemerintah ingin melindungi pekerja sekaligus industri tempat mereka bekerja agar bisa terus berkelanjutan melalui regulasi yang diawasi ketat.

"Tujuan untuk memberikan perlindungan bagi pekerja buruh dan perusahaan supaya perusahaan juga bisa sustain. Kadang pekerja juga berpikir Kemenaker harus selalu pro pekerja. Peraturan bukan hanya untuk buruh, tapi mereka harus tetap bisa bekerja kalau perusahaannya eksis dan sustain," ujar Indah.

Adapun peraturan ini diterbitkan pemerintah karena merespon dinamika global ekonomi dan geopolitik yang berdampak pada kondisi ketenagakerjaan, salah satunya yakni penurunan nilai ekspor Indonesia di sektor non migas.

Indah mengatakan, angkanya turun cukup signifikan 4,15% dibanding bulan sebelumnya (month-to-month/mom) mencapai US$ 21,4 miliar. Angka ini berdasarkan atas data Badan Pusat Statistik (BPS) per Februari 2023.

Kondisi ini merupakan imbas dari ketidakstabilan kondisi global, terutama menyangkut kawasan tujuan ekspor utama RI untuk industri padat karya yaitu Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa. Indah mengatakan, apabila ekspor ke kawasan tersebut menurun, otomatis akan mempengaruhi produksi pabrik di tanah air.

"Ini juga supaya jangan sampai ada perusahaan memotong gaji upah semena-mena. Supaya jangan semena-mena industri padat karya melakukan PHK. Makanya, kita kasih rambu-rambu (syarat dan aturan). Makanya Permenaker ini hadir," kata Indah.

Sebagai tambahan informasi, kebijakan yang dimaksud ialah Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 5 Tahun 2023 tentang Penyesuaian Waktu Kerja dan Pengupahan Pada Perusahaan Industri Padat Karya Tertentu Berorientasi Ekspor yang Terdampak Perubahan Ekonomi Global.

"Perusahaan industri padat karya tertentu berorientasi ekspor yang terdampak perubahan ekonomi global dapat melakukan penyesuaian besaran upah pekerja/buruh dengan ketentuan upah yang dibayarkan kepada pekerja/buruh paling sedikit 75% dari upah yang biasa diterima," tulis pasal 8 ayat (1) aturan tersebut, Rabu (15/3/2023).

Tak hanya soal upah, Permenaker tersebut juga mengatur penyesuaian waktu kerja yang dapat dilakukan oleh perusahaan industri padat karya tertentu berorientasi ekspor.

"Penyesuaian waktu kerja dapat dilakukan kurang dari 7 jam 1 hari dan 40 jam 1 minggu untuk 6 hari kerja dalam 1 minggu. (Atau) 8 jam 1 hari dan 40 jam 1 minggu untuk 5 hari kerja dalam 1 minggu," tulis pasal 5 ayat (3).

Penyesuaian waktu kerja disebut diatur dalam kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja/buruh. Terkait hal ini juga berlaku selama 6 bulan terhitung sejak Permenaker ini mulai berlaku 8 Maret 2023.



Simak Video "Indonesia Menuju Pusat Perdagangan Produk Halal Dunia 2024"
[Gambas:Video 20detik]
(zlf/zlf)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT