Transaksi Janggal Rp 349 T Bikin Heboh Ternyata Bukan Korupsi, DPR Sentil PPATK!

Transaksi Janggal Rp 349 T Bikin Heboh Ternyata Bukan Korupsi, DPR Sentil PPATK!

Ilyas Fadilah - detikFinance
Selasa, 21 Mar 2023 18:41 WIB
Anggota DPR Arteria Dahlan memaparkan pandangannya terkait polemik UU KPK dalam diskusi Mengukur Sepak Terjang KPK di Jakarta. Begini ekspresinya.
Foto: Ari Saputra
Jakarta -

Anggota DPR RI Komisi III Arteria Dahlan menyoroti kasus transaksi janggal Rp 349 triliun di Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Transaksi itu sempat dianggap korupsi hingga menimbulkan kehebohan.

Arteria menyinggung cara PPATK menyampaikan informasi soal transaksi itu. Padahal, menurut Arteria, Indonesia sedang dilanda duka.

"Kerja PPATK selalu kami apresiasi. Tapi cara PPATK bekerja, cara PPATK menyampaikan isu, mohon maaf harus dikoreksi. Negara ini sudah terlalu sedih, susah, dan lagi berduka. Ditambah cerita-cerita begini-begini, ujungnya tidak terbukti korupsi," katanya dalam Rapat Kerja PPATK dengan Komisi III DPR RI, Selasa (21/3/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebelumnya, Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Ivan Yustiavandana menjelaskan transaksi Rp 349 triliun bukan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Kemenkeu. Tetapi terkait dengan tugas pokok Kemenkeu sebagai tindak pidana asal.

"Jadi Rp 349 triliun itu bukan, ini kita tidak semua bicara tentang tindak pidana yang dilakukan oleh Kementerian Keuangan. Bukan di Kementerian Keuangan, tapi terkait dengan tugas pokok Kemenkeu sebagai penyidik tindak pidana asal," ujar Ivan.

ADVERTISEMENT

Menurut Arteria publik terlanjur dibikin heboh karena pernyataan statement PPATK soal transaksi Rp 349 triliun. Meskipun, Ivan sendiri menyebut transaksi tersebut bukanlah korupsi.

"Sudah tidak terbukti, jawabnya yang persuasif lah. Jawabnya jangan ngegas. Orang ini ribut kan karena sattemen PPATK," tuturnya.

Arteria menambahkan tidak semua publik memahami narasi dari PPATK. Sehingga PPATK diminta memahami hal ini.

"Pahami juga, banyak yang tidak satu frekuensi, sepemahaman keilmuannya dengan bapak-bapak yang pintar ini. Jadi sebagai pejabat publik, narasi bahasanya pun biar bisa dimengerti oleh publik yang banyak, ini masukan," pungkasnya.

(dna/dna)

Hide Ads