Belum lama ini Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengeluarkan kebijakan larangan buka puasa bersama bagi para pejabat dan pegawai pemerintahan karena alasan masa transisi pandemi ke endemi COVID-19. Kebijakan ini menimbulkan polemik di tengah masyarakat.
Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah menilai, kebijakan tersebut bersifat diskriminatif dan kurang efektif. Apalagi, mengingat kegiatan-kegiatan yang menghimpun banyak massa telah dinormalisasi sejak kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) dicabut.
"Artinya selama ini kita menganggap bahwa COVID-19 sudah nggak ada, PPKM sudah dicabut. Jadi selama ini sudah banyak melakukan kegiatan pengumpulan massa, sudah diperbolehkan. Termasuk Pak Jokowi sendiri ketika menikahkan anaknya bisa mengundang ribuan massa. Jadi sebetulnya tidak ada korelasinya itu (dengan COVID-19)," katanya, saat dihubungi detikcom, Senin (27/3/2023).
Tidak hanya itu, di balik kebijakan ini menurutnya pemerintah berupaya meredam kasus gaya hidup mewah yang tengah menyorot para ASN beberapa waktu terakhir. Namun sayangnya, pemberlakukannya tentu akan berdampak besar pada para pelaku UMKM, khususnya pengusaha catehering yang biasanya mendapat keuntungan lebih dari momentum buka puasa bersama.
"Kebijakan itu kan merugikan UMKM. Selama ini yang untung UMKM, cathering-cathering itu kan UMKM. Pemerintah bingung, kebijakan ini panic policy sebenarnya. Bingung menerapkannya karena tujuannya untuk menutupi bobroknya ASN yang banyaknya flexing," katanya.
Senada, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) Edy Misero mempertanyakan alasan dari dibuatnya kebijakan ini. Pasalnya, apabila menyangkut COVID-19 sendiri, ia melihat aktivitas berkerumun telah banyak dilakukan.
"Tiap hari ketemu di kantor, ratusan orang. Kenapa kok saat bukber hati-hati? Buatlah justifikasi yang memenuhi persyaratan sehingga logika berpikir orang jelas. Eh kita nggak buka bersama nih karena anggarannya nggak ada misalnya, kalau udunan boleh. Begitu kan jelas, jangan dibolak-balikan ke COVID-19 lagi. Membuat satu kebijakan harus kuat," ujar Edy.
Edy pun tak menampik bahwa memang dengan kebijakan ini, akan memperkecil peluang para pengusaha cathering dalam memperoleh pendapatan tambahan. Apalagi biasanya, dari agenda buka puasa bersama, selama bulan ramadhan para cathering bisa mengalami peningkatan omset hingga 20-30%.
"Itukan bulan berkah untuk pengusaha cathering, mereka sangat berharap mendapat tambahan profit. Biasanya ada penambahan omset, sekarang nggak ada lagi. Tapi bukan berarti bisnisnya langsung collapse. Prediksi saya biasanya kenaikan sekitar 20-30% (omset)," katanya.
Simak Video: Pejabat Dilarang Bukber, Mendag: Anggarannya untuk Bantu Masyarakat
(zlf/zlf)