Hari ini, puluhan petani sawit melakukan aksi keprihatinan di Menara Astra, Jakarta Pusat. Aksi tersebut digelar untuk menolak kebijakan Uni Eropa yang telah mengeluarkan Undang-undang anti-deforestasi (European Union Deforestation Regulation/EUDR).
Gedung ini dipilih sebagai lokasi karena diketahui delegasi Uni Eropa di Indonesia saat ini berkantor di Menara Astra lantai 38.
Sekitar pukul 09.20 WIB, massa aksi terlihat mulai masuk ke lokasi. Terdapat sekitar 50 massa aksi mewakili pekerja sawit dan petani sawit yang berasal dari beberapa organisasi masyarakat, di antaranya:
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
- Santri Tani Nahdlatul Ulama (Santri Tani-NU)
- Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO)
- Asosiasi Petani Kelapa Sawit PIR (ASPEK-PIR)
- Asosiasi Sawitku Masa Depanku (SAMADE)
- Forum Mahasiswa Sawit (FORMASI) Indonesia
Mereka berasal dari 22 provinsi di seluruh Indonesia, di antaranya ada yang dari Sulawesi Tenggara, Papua Barat, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Kalimantan Timur, Riau, Nusa Tenggara Timur, Aceh, hingga Banten.
Sebagai informasi, Komisi Uni Eropa sudah menyetujui untuk memberlakukan Undang-undang anti deforestasi EUDR (EU Deforestation Regulation) pada 6 Desember 2022 lalu. Ketentuan ini akan mengatur dan memastikan konsumen di Uni Eropa (UE) untuk tidak membeli produk yang terkait deforestasi dan degradasi hutan di mana salah satu pasalnya mengelompokkan sawit sebagai tanaman berisiko tinggi.
Undang-undang tersebut berlaku untuk sejumlah komoditas, antara lain minyak kelapa sawit, ternak, coklat, kopi, kedelai, karet dan kayu. Ini juga termasuk beberapa produk turunan, seperti kulit, cokelat, dan furniture.
"Ketentuan itu tentu saja sangat mempengaruhi salah satu produk andalan Indonesia yaitu kelapa sawit," ujar Ketua Umum APKASINDO Gulat ME Manurung, di depan Menara Astra, Jakarta Pusat, Rabu (29/3/2023).
"Mari kita bela sawit kita!" ujar Gulat.
Indonesia sendiri sudah mencangkan sawit berkelanjutan melalui sertifikasi ISPO (Indonesia Sustainable Palm Oil) sejak tahun 2011 dan dilanjutkan dengan Rencana Aksi Nasional Kelapa Sawit Berkelanjutan (RAN-KSB) tahun 2019, kemudian semua pelaku usaha tani baik korporasi maupun petani sawit diwajibkan memiliki ISPO melalui Perpres Nomor 44 Tahun 2020 Tentang Sistem Sertifikasi ISPO.
Di peraturan ISPO sebelumnya hanya korporasi yang diwajibkan (mandatory), sementara petani sawit tadinya hanya sukarela (voluntary). Demikian juga dengan sertifikasi RSPO yang sudah cukup banyak diadopsi oleh korporasi.
Mengingat sawit merupakan pemasukan negara tertinggi pada 5 tahun terakhir dan sawit merupakan simbol ekspor negara Indonesia. Wajar pemerintah sangat serius dengan upaya sawit berkelanjutan ini. Dengan demikian, Ini Eropa tidak perlu menerbitkan EUDR, karena EUDR juga sudah terakomodir melalui Undang-Undang Cipta Kerja dan bahkan sangat tegas dalam pola ruang peruntukan pemanfaatan lahan.
Ketua Umum Aspekpir H. Setiyono mengatakan keberadaan kelapa sawit sangat baik dan berdampak positif terhadap sosial kemasyarakatan maupun lingkungan. "Kesejahteraan petani sawit meningkat," katanya.
Perihal EUDR tersebut, Gulat menjelaskan bahwa dalam usaha lobi-lobi tentang penerapan nya paling tidak sudah 5 kali diadakan pertemuan antara APKASINDO dengan delegasi UE, dan sekali diantaranya dilakukan di Riau. Namun sepertinya tidak membuahkan hasil yang menggugah hati delegasi UE tentang nasib petani petani kecil pasca EUDR tersebut.
Memang UE yang terdiri dari 27 Negara bukanlah pengimpor tertinggi minyak sawit dari Indonesia, tapi ranking ke empat kadang kelima (4-4,5 juta ton/tahun). Menurut data Kemendag, Tiongkok dan India merupakan pangsa pasar terbesar ekspor minyak sawit nasional. Ekspor CPO ke kedua negara tersebut mencapai 29% dari total nilai ekspor sawit Indonesia. Anehnya meskipun UE sibuk mendiskreditkan minyak sawit, tapi impor 27 negara yang tergabung dalam UE dari tahun ke tahun stabil di kisaran 4-4,5 juta ton per tahun.
Namun mendiskreditkan sawit sebagai sumber penghidupan 17 juta petani sawit dan pekerja sawit dengan alasan deforestasi adalah tidak tempat dan sudah merupakan pelanggaran HAM.
Simak juga Video 'Keluh Kesah Petani Sawit di Perbatasan Kalbar - Malaysia Jagoi Babang':