Wamenkeu Bantah Ada Perusahaan Cangkang di Balik Transaksi Janggal Rp 349 T

Wamenkeu Bantah Ada Perusahaan Cangkang di Balik Transaksi Janggal Rp 349 T

Anisa Indraini - detikFinance
Minggu, 02 Apr 2023 17:31 WIB
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Suahasil Nazara
Foto: Ari Saputra

Selanjutnya, PT D dan PT E merupakan perusahaan pribadi dengan total transaksi yang terkait sebesar Rp 2,22 triliun. Beda dengan sebelumnya, terkait informasi ini merupakan inisiatif dari PPATK untuk mendukung pengumpulan penerimaan negara.

Terkait hal itu, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) disebut telah melakukan pemeriksaan khusus kepada individu D dan E tersebut.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Saudara D-nya sudah wafat, jadi tidak ditindaklanjuti. Kelahiran tahun 1930, memang sudah tua. Kalau yang E, sudah diselesaikan dan diterbitkan surat ketetapan pajaknya tahun 2021 lalu, dari hasil pemeriksaan khusus," jelas Suahasil.

Sementara terkait PT F, informasi ini juga permintaan Itjen Kemenkeu ke PPATK pada 2020 saat melakukan pengumpulan bahan dan keterangan atas dugaan penyimpangan pengadaan dan dugaan gratifikasi dengan total transaksi Rp 452 miliar.

ADVERTISEMENT

"PT F ini ada 3 perusahaan, rekeningnya ada 14, itu dibuka semuanya dan dilakukan pendalaman satu per satu. Keterangan dari PPATK adalah teridentifikasi digunakan sebagai rekening untuk kegiatan operasional. Yaudah perusahaan biasa beroperasional beli barang, jual barang, terima uang, keluar uang dan untuk menerima dana dari transaksi setoran tunai tanpa underlying dengan keterangan cicilan, angsuran dan pelunasan," jelas Suahasil.

"Ini untuk memberikan ilustrasi bahwa PT PT tersebut yang Rp 22 triliun itu adalah perusahaan-perusahaan yang riil. Kita pelototi betul ketika kita minta data dan hubungan kita dengan PPATK sangat detail, rapat bertubi-tubi, informasi itu mengalir sangat flowing," tambahnya.

PPATK Sebut Modus Cuci Uang di Kemenkeu Punya Perusahaan Cangkang

Sebelumnya PPATK mengungkapkan ada oknum di Kemenkeu yang menggunakan perusahaan cangkang sebagai modus pencucian uang. Bahkan satu oknum bisa memiliki 5-8 perusahaan cangkang.

Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menduga perusahaan cangkang ini modus yang lazim dalam TPPU. Biasanya oknum akan menggunakan tangan orang lain untuk menutupi kejahatannya.

"Alasan kenapa PPATK memberikan data oknum plus nama perusahaannya, karena kami menemukan perusahaan-perusahaan itu adalah perusahaan-perusahaan cangkang yang dimiliki oknum sehingga ini nggak bisa dikeluarkan. Misalnya dia menggunakan nama perusahaan dengan nama pemiliknya di aktanya adalah istrinya, anaknya, sopirnya, tukang kebunnya dan segala macam. Kalau ini dikeluarkan jadilah Rp 3,3 triliun," katanya dalam RDPU di Komisi III, Rabu (29/3/2023).

"Tapi kami tidak lakukan itu karena modus pelaku tindak pencucian uang itu adalah selalu... Ini kan kita bicara tindak pidana pencucian uang kan bicara proxy crime, orang yang melakukan tindak pidana selalu menggunakan tangan orang lain, bukan diri dia sendiri, sehingga kalau kami keluarkan data itu, nah kami justru membohongi penyidiknya," tambahnya.


(aid/dna)

Hide Ads