Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menyebut pelaku tindak pidana perdagangan orang (TPPO) biasanya dilakukan oleh orang terdekat korban. Kondisi inilah yang membuat masih banyak masyarakat yang terjebak.
"Rata-rata penempatan prosedural sampai tindak pidana perdagangan orang dilakukan oleh orang terdekat. Apakah itu saudara, tetangga. Bahkan, dilakukan oleh aparat desa," kata Ida, dalam Rapat Kerja (Raker) bersama Komisi IX DPR RI, di Senayan, Senin (3/4/2023).
Ida juga tak menampik terkait kabar yang menyebut adanya indikasi perdagangan manusia karena kerjasama dengan sindikat dan aparat berwenang. Namun demikian Ida menegaskan, permasalahan tenaga kerja ilegal ini mendapat perhatian khusus bagi pihaknya. Ida juga telah berupaya membentuk satgas untuk perlindungan pekerja migran.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kemenaker sendiri telah membentuk satgas untuk perlindungan PMI, termasuk penanganan PMI ilegal atau non prosedural di 25 wilayah embarkasi dan debarkasi. Kemudian memasukkan substansi TPPO dalam MOU dengan negara penempatan sebagai bentuk pencegahan TPPO," ujarnya.
Tim tersebut bertugas melakukan pengawasan terhadap proses migrasi yang dilakukan secara tidak aman, yang bisa berujung pada perdagangan orang. Di sisi lain, Ida menekankan dalam penyelesaiannya masalah ini secara tuntas, dibutuhkan sinergi antar banyak pihak khususnya petugas imigrasi.
Selaras dengan itu, petugas imigrasi menjadi salah satu anggota yang masuk ke dalam tim satgas ini. Menurut Ida, imigrasi sendiri merupakan saringan atau filter terakhir sebelum proses migrasi terjadi. Dengan demikian, peranannya di sini sangat vital.
"Ini Pak Wamen bersama dengan Pak Dirjen minta koordinasi lebih intens dengan imigrasi karena imigrasi menurut saya filter terakhir sebelum terjadinya migrasi itu. Dan mungkin ada pihak-pihak lain yang sangat mungkin jadi bagian dari migrasi unprocedural itu," ujar Ida.
"Terus terang saja kementerian sendiri tidak cukup tangan. Kami yang bisa adalah melakukan pengawasan. Pengawas kami beberapa kali melakukan penggagalan PMI yang akan ke luar negeri, ini pun berdasarkan bantuan aduan dari masyarakat," tambahnya.
Di sisi lain, Ida mengakui memang jumlah yang lolos alias yang belum berhasil digagalkan terlampau lebih banyak dibandingkan dengan yang berhasil digagalkan. Oleh karena itu, menurutnya kerja sama dengan berbagai pihak sangat diperlukan.
Ida juga yakin apabila diperhatikan dengan saksama masyarakat bisa membedakan mana orang yang pergi ke Timur Tengah untuk plesir dan mana yang pergi untuk bekerja ataupun ziarah. Sehingga, apabila kerja sama yang baik bisa terjalin, tentu TPPO bisa diminimalisir.
"Sebenarnya kan, mohon maaf ya, kita bisa bedakan dengan kasat mata mana sih orang yang pergi plesir. Ini kan rata-rata mereka yang unprocedural menggunakan visa kunjungan, visa ziarah kalau ke timur tengah. Mohon maaf, itu bisa dibedakan. Yang sulit adalah migrasi ke Timur Tengah dengan paspor ziarah atau paspor umroh," ujarnya.
(zlf/zlf)