3. Sarana KCI Masih Cukup
Ketiga, BPKP menyoroti jumlah sarana KRL yang dioperasikan oleh PT KCI. Menurut laporan BPKP sampai saat ini masih ada sarana yang bisa dioptimalkan oleh KCI untuk menunjang operasi commuter line.
"Ada beberapa alasan teknis dari BPKP terkait dengan impor ini kurang tepat karena beberapa unit sarana yang sebenarnya masih bisa dioptimalkan untuk penggunaannya," kata Seto.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seto memaparkan BPKP menjelaskan dalam hasil auditnya saat ini ada sekitar 1.114 unit KRL yang dioperasikan KCI, kemudian 48 unit KRL diberhentikan operasinya, dan 36 unit diupayakan untuk dikonservasi atau dipensiunkan.
![]() |
BPKP menemukan total sarana yang ada masih bisa melayani jumlah kebutuhan penumpang yang ada. Tahun ini, dengan 1.114 unit yang ada KCI melayani total 273,6 juta penumpang per tahun atau sekitar 800-900 ribu penumpang per hari.
Sementara itu, di tahun 2019 saja KCI dapat melayani penumpang lebih banyak dengan jumlah sarana yang lebih kecil. Di 2019 yang lalu armada yang siap digunakan sebanyak 1.078 unit, namun dapat melayani penumpang hingga 336,3 juta per tahun atau mencapai 1 juta penumpang per hari.
BPKP juga menyatakan sampai saat ini okupansi KRL commuter line pun dinilai belum mencapai 100%. Di tahun ini saja baru mencapai 62,75% saja rata-rata tingkat keterisian kereta commuter line.
"Overload memang terjadi pada jam peak hours, namun secara keseluruhan untuk okupansi itu di 2023 masih cuma 62,75%. Sementara di 2024 diperkirakan masih 79% dan 2025 itu masih di 83%, ini data saya dapat dari BPKP," ungkap Seto.
4. Potensi Bengkak Biaya
Seto juga memaparkan temuan lain dari BPKP yang mengungkapkan adanya pembengkakan estimasi biaya impor KRL dari Jepang. Pembengkakan itu kemungkinan bisa terjadi untuk biaya penangan kargo dan pengiriman kereta bekas dari Jepang ke Indonesia.
BPKP menyatakan data perhitungan biaya dari KCI tidak dapat diyakini benar. Pasalnya, biaya yang dihitung KCI hanya berupa biaya impor KRL di tahun 2018 yang ditambah 15% untuk asumsi inflasi, KCI tidak memberikan data terkini soal biaya pengiriman kereta.
"Terkait kewajaran biaya handling dan transportasi ke Indonesia dari jepang yang diajukan KCI tidak dapat diyakini, karena hitungnya tidak berdasarkan survey harga melainkan hanya berdasarkan biaya impor KRL di 2018 yang ditambah 15%," ungkap papar Seto.
Ditambah lagi, BPKP juga sudah melakukan klarifikasi ke pihak Pelindo soal ketersediaan kontainer pengangkut kereta. Hasilnya, kata Seto, butuh kapal kargo khusus untuk mengangkut kereta bekas dari Jepang menuju Indonesia, tentu saja biayanya pun berbeda dengan pengiriman pada umumnya.
"Hasil klarifikasi Pelindo kontainer tersedia hanya 20 dan 40 feet, maka pengangkutan kereta harus menggunakan kapal kargo sendiri dan butuh penambahan biaya yang diestimasikan dengan akurat," sebut Seto.
(hal/ara)