Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan tidak ada perbedaan data dengan Menkopolhukam Mahfud MD terkait transaksi janggal Rp 349,87 triliun di Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Pada dasarnya data tersebut sama, hanya pengklasifikasiannya saja yang berbeda.
"Tidak ada perbedaan data antara Menkopolhukam dengan Menteri Keuangan terkait transaksi agregat sebesar Rp 349 triliun. Transaksi agregat yang Rp 349 triliun ini artinya ada transaksi yang bersifat debit, kredit, keluar, masuk yang mungkin kalau di dalam proses untuk melihat akuntansinya bisa disebut sebagai double triple counting," kata Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR RI, Selasa (11/4/2023).
Bendahara Negara itu menyebut pada dasarnya data sama-sama berasal dari hasil rekap PPATK yang terdiri dari 300 surat. Dari jumlah itu hanya 200 surat yang diterima Kemenkeu, sedangkan 100 surat lainnya hanya dikirim ke aparat penegak hukum (APH).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sri Mulyani menjelaskan 300 surat berisi Rp 253 triliun yang ada dalam 65 surat mengenai data perusahaan dan korporasi. Dalam hal itu Kemenkeu membedakan antara data korporasi perusahaan yang memang ada dalam domain Kemenkeu.
"Di sini PPATK mengidentifikasi ada kegiatan perusahaan sebesar Rp 253 triliun yang dituang dalam 65 surat mengenai kegiatan perusahaan itu yang dalam hal ini Kemenkeu diminta untuk melihat kemungkinan terjadinya tindak pidana pencucian uang. Jadi isinya debit, kredit dan seluruh transaksi operasional perusahaan korporasi termasuk dalam hal ini Rp 189 triliun yang disebutkan secara khusus," ucapnya.
Kemudian Rp 22 triliun dari 135 surat PPATK yang menyebutkan nama pegawai Kemenkeu. Dari jumlah itu Sri Mulyani memilah lagi di mana Rp 3,3 triliun menyangkut pegawai Kemenkeu, lagi-lagi itu disebut bukan korupsi.
"Persepsi publik dianggap korupsi, itu adalah informasi transaksi debit, kredit dari para pegawai yang diidentifikasikan di sini termasuk masuk penghasilan resmi, transaksi dengan keluarga, jual beli harta rumah dalam hal ini dalam kurun waktu 2009-2023 dan mereka telah ditindaklanjuti," ucapnya.
Sisanya Rp 18,7 triliun data terkait korporasi. "Jadi mirip di Rp 253 triliun namun ini menyangkut perusahaan-perusahaan yang ditengarai ada hubungannya dengan orang-orang Kemenkeu," imbuhnya.
Kemudian Rp 13 triliun yang terdapat dalam 64 surat terkait pegawai Kemenkeu merupakan surat-surat yang dikirim ke APH.
"Karena surat ini tidak ke kami dan kami hanya menerima informasi ke PPATK mengenai nomor suratnya saja, ya kami tidak bisa menjelaskan lebih lanjut. Makanya di komisi XI kami fokusnya di yang abu-abu karena itu suratnya ke kami dan kami bisa buka kembali seluruh data menyangkut surat-surat tersebut. Itu yang membedakan, sama tapi beda persentasi," ucap Sri Mulyani.
"Pak Menko menyampaikan Rp 35 triliun karena itu semua menyebut nama pegawai Kemenkeu, Rp 22 triliun yang ditujukan ke kita, Rp 13 triliun di APH," tambahnya.
(aid/eds)