Antiklimaks Rapat Transaksi Janggal Rp 349 T Sri Mulyani-Mahfud di DPR

Antiklimaks Rapat Transaksi Janggal Rp 349 T Sri Mulyani-Mahfud di DPR

Anisa Indraini - detikFinance
Rabu, 12 Apr 2023 08:00 WIB
Komisi III DPR RI kembali menggelar rapat soal transaksi janggal Rp 349 triliun di Kementerian Keuangan. Rapat dihadiri Menko Polhukam, Menkeu hingga Kepala PPATK, Selasa (11/4/2023).
Foto: Agung Pambudhy
Jakarta -

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kembali dipertemukan dengan Menkopolhukam Mahfud Md untuk membahas transaksi janggal Rp 349,87 triliun di Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Kali ini pertemuan digelar dalam bentuk rapat kerja di Komisi III DPR RI.

Kapasitas keduanya merupakan bagian dari Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Masyarakat yang penasaran dengan kejelasan dari transaksi tersebut membuat pertemuan menjadi tontonan menarik, dramatis, namun antiklimaks.

Banyak pertanyaan-pertanyaan yang belum terjawab mengenai transaksi Rp 349 triliun. Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PDIP, Johan Budi mengingatkan jangan sampai diskusi yang sudah berlarut-larut itu menjadi sia-sia alias negara tidak mendapatkan hasilnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kita jangan sampai hanya ramai di isu, kemudian pelan-pelan tenggelam, isu berganti, demikian juga pro kontra, kemudian pelan-pelan hilang, akhirnya kita tidak mendapatkan apa-apa, negara tidak mendapatkan apa-apa dari gegap gempita Rp 349 triliun ini," kata Johan Budi dalam rapat bersama Komite Nasional TPPU, Selasa (11/4/2023).

"Adakah uang yang dikembalikan ke negara? Belum ada karena dari penjelasan tadi ceritanya seperti itu," tambahnya.

ADVERTISEMENT

Anggota Komisi III Fraksi PAN Syarifuddin Sudding sempat mempertanyakan keaslian uang pada transaksi janggal Rp 349 triliun kepada Kepala PPATK Ivan Yustiavandana yang juga hadir.

"Saya minta jawaban pasti kepada PPATK Rp 349 triliun itu nilai transaksi atau wujud riil ada dana? Coba dijawab pak nilai transaksi akumulasi keluar masuknya," ujar Sudding.

Ivan pun menjawab langsung pertanyaan itu dengan mengatakan nilai Rp 349 triliun merupakan data riil. "Itu riil pak, mutasi rekening memang dari awal kami mutasi rekening," jelas Ivan.

Kemudian Sudding bertanya lagi dan memastikan apakah Rp 349 triliun merupakan data riil atau tidak. "Jadi Rp 349 triliun bukan data riil yang harus dikejar TPPU?" tanyanya.

Ivan pun menjawab lagi dan menegaskan Rp 349 triliun itu ada uangnya dan merupakan transaksi debit, kredit, hingga ada transaksi gaji pegawai.

"Data riil. Dananya riil uang ada, transaksi iya, debit kredit benar bapak, di situ memang ada gaji, transaksi bisnis segala macam itu data riil hasil forensik kami," jelas Ivan.

Menurut Sudding penjelasan dari PPATK mengenai keaslian dana transaksi itu menjadi penting bagi masyarakat.

"Supaya ada pemahaman di masyarakat. Ini heboh Rp 349 triliun ini sementara yang dijelaskan Ibu Sri Mulyani jelas sekali secara detail betul surat-surat yang disampaikan PPATK ada 300 surat, 200 surat ke Kemenkeu, 100 surat ke APH dan hampir semua ditindaklanjuti Kemenkeu. Sehingga menurut saya yang Rp 349 triliun ke publik ini sekarang ada dana penyelewengan yang harus dikejar. Ini harus diberi pemahaman supaya masyarakat tidak disesatkan," imbuhnya.

Sri Mulyani Jelaskan Alasan Tidak Ada Perbedaan Data

Sri Mulyani menegaskan tidak ada perbedaan data dengan Mahfud terkait transaksi janggal Rp 349,87 triliun di Kemenkeu. Pada dasarnya data tersebut sama, hanya pengklasifikasiannya saja yang berbeda.

"Tidak ada perbedaan data antara Menkopolhukam dengan Menteri Keuangan terkait transaksi agregat sebesar Rp 349 triliun. Transaksi agregat yang Rp 349 triliun ini artinya ada transaksi yang bersifat debit, kredit, keluar, masuk yang mungkin kalau di dalam proses untuk melihat akuntansinya bisa disebut sebagai double triple counting," kata Sri Mulyani.

Bendahara Negara itu menyebut pada dasarnya data sama-sama berasal dari hasil rekap PPATK yang terdiri dari 300 surat. Dari jumlah itu hanya 200 surat yang diterima Kemenkeu, sedangkan 100 surat lainnya hanya dikirim ke aparat penegak hukum (APH).

Sri Mulyani menjelaskan 300 surat berisi Rp 253 triliun yang ada dalam 65 surat mengenai data perusahaan dan koorporasi. Dalam hal itu Kemenkeu membedakan antara data korporasi perusahaan yang memang ada dalam domain Kemenkeu.

"Di sini PPATK mengidentifikasi ada kegiatan perusahaan sebesar Rp 253 triliun yang dituang dalam 65 surat mengenai kegiatan perusahaan itu yang dalam hal ini Kemenkeu diminta untuk melihat kemungkinan terjadinya tindak pidana pencucian uang. Jadi isinya debit, kredit dan seluruh transaksi operasional perusahaan korporasi termasuk dalam hal ini Rp 189 triliun yang disebutkan secara khusus," ucapnya.

Kemudian Rp 22 triliun dari 135 surat PPATK yang menyebutkan nama pegawai Kemenkeu. Dari jumlah itu Sri Mulyani memilah lagi di mana Rp 3,3 triliun menyangkut pegawai Kemenkeu, lagi-lagi itu disebut bukan korupsi.

"Persepsi publik dianggap korupsi, itu adalah informasi transaksi debit, kredit dari para pegawai yang diidentifikasikan di sini termasuk masuk penghasilan resmi, transaksi dengan keluarga, jual beli harta rumah dalam hal ini dalam kurun waktu 2009-2023 dan mereka telah ditindaklanjuti," ucapnya.

Sisanya Rp 18,7 triliun data terkait korporasi. "Jadi mirip di Rp 253 triliun namun ini menyangkut perusahaan-perusahaan yang ditengarai ada hubungannya dengan orang-orang Kemenkeu," imbuhnya.

Kemudian Rp 13 triliun yang terdapat dalam 64 surat terkait pegawai Kemenkeu merupakan surat-surat yang dikirim ke APH.

"Karena surat ini tidak ke kami dan kami hanya menerima informasi ke PPATK mengenai nomor suratnya saja, ya kami tidak bisa menjelaskan lebih lanjut. Makanya di komisi XI kami fokusnya di yang abu-abu karena itu suratnya ke kami dan kami bisa buka kembali seluruh data menyangkut surat-surat tersebut. Itu yang membedakan, sama tapi beda persentasi," ucap Sri Mulyani.

"Pak Menko menyampaikan Rp 35 triliun karena itu semua menyebut nama pegawai Kemenkeu, Rp 22 triliun yang ditujukan ke kita, Rp 13 triliun di APH," tambahnya.



Simak Video "Video: Pemerintah Batal Terapkan Cukai Minuman Berpemanis Tahun Ini"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads