Pakar transportasi senior yang juga Dosen Institut Transportasi & Logistik Trisakti, Suripno, mengatakan pelarangan truk sumbu tiga air galon beroperasi pada saat momen lebaran itu tidak ada dalam undang-undang. Menurutnya, pelarangan itu baru bisa dilakukan jika truk sumbu tiga itu memang benar-benar telah melanggar persyaratan teknis layak jalan.
Berbeda dengan tahun lalu dimana air minum dalam kemasan (AMDK) dan barang ekspor impor diperbolehkan melintas, tahun ini keduanya dilarang. Hal ini menimbulkan keresahan masyarakat dan pelaku industri terdampak.
Mereka berharap pengaturan angkutan barang tidak dibatasi tetapi diatur sesuai kondisi lapangan, agar tidak merugikan masyarakat bila terjadi kelangkaan dan kenaikan harga.
"Truk sumbu tiga untuk air galon itu bukan pelanggaran hukum, jadi tidak bisa dilarang beroperasi saat momen lebaran nanti. Kecuali truk itu memang dilarang karena telah melanggar persyaratan teknis layak jalan. Kalau itu di undang-undangnya juga ada. Tapi, kalau truk sumbu tiga air galon itu dilarang beroperasi hanya karena masalah libur lebaran, itu nggak bisa," tandasnya.
Apalagi, kata Suripno, pelarangan beroperasinya truk sumbu tiga air galon itu hanya dimuat dalam bentuk Surat Keputusan Bersama (SKB) yang tidak memiliki kekuatan hukum sama sekali. Karena, menurutnya, yang berhak menandatangani tata cara berlalu-lintas pada saat lebaran itu seperti apa hanya Menteri Perhubungan (Menhub).
Mantan Direktur Keselamatan Kementerian Perhubungan ini mengutarakan penunjukan Menteri Perhubungan yang harus bertanggung jawab terhadap pengaturan lalu lintas itu dengan jelas disebutkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 32 Tahun 2011 Tentang Manajemen dan Rekayasa, Analisa Dampak, serta Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas (MRLL) yang merupakan turunan dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Menurutnya, dalam pasal 22 PP No.22 Tahun 2011 itu disebutkan bahwa pengaturan lalu lintas di jalan nasional itu adalah menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan, dan itu adalah Menteri Perhubungan. "Jadi, Menteri PUPR dan Kapolri tidak berwenang," tuturnya.
Bersambung ke halaman selanjutnya.
(dna/dna)