Fenomena gelombang panas atau 'heatwave' sedang melanda sejumlah wilayah di Asia. Hal itu turut menjadi perhatian Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang juga merasakan suhu udara panas dalam beberapa hari ini.
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Indonesia melaporkan Badan Meteorologi di negara-negara Asia seperti Bangladesh, Myanmar, India, China, Thailand, dan Laos telah melaporkan kejadian suhu panas lebih dari 40Β°C.
"BMKG menyebut semenjak pekan lalu hingga hari ini, hampir sebagian besar negara-negara di Asia Selatan masih terdampak gelombang panas atau 'heatwave', kata Sri Mulyani dikutip dari akun instagramnya, Rabu (26/4/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dari catatan gelombang panas itu, Kumarkhali, kota di distrik Kusthia, Bangladesh menjadi daerah terpanas dengan suhu maksimum 51,2Β° C pada 17 April 2023. 10 kota terpanas di Asia sebagian besarnya berada di Myanmar dan India.
"Di Indonesia, suhu maksimum harian mencapai 37,2Β°C di stasiun BMKG di Ciputat pada pekan lalu, meskipun beberapa lokasi berada pada kisaran 34Β°C - 36Β°C hingga saat ini," ujar Sri Mulyani.
Di tengah situasi panas tersebut, sang Bendahara Negara menilai es kopi produksi lokal jadi hidangan paling pas untuk mengisi waktu kosong. Tak lupa, singkong rebus dan buku bacaan turut menemaninya dalam menikmati hari terakhir libur Lebaran 2023.
"Kali ini saya menikmati Kopi Flores dingin (cold brew) ditambah Madu NTT dan dicampur jus apel. Terimakasih Flores dan NTT untuk produk kopi dan madu yang sungguh enak dan menyenangkan," tuturnya.
"Ditemani singkong rebus, sambil baca buku kesukaan," tambahnya.
BMKG sebelumnya telah menegaskan bahwa fenomena udara panas yang terjadi di Indonesia belakangan, jika ditinjau secara lebih mendalam secara karakteristik fenomena maupun secara indikator statistik pengamatan suhu, tidak termasuk ke dalam kategori gelombang panas.
Sejak lama Sri Mulyani sudah menyoroti dampak perubahan iklim terhadap perekonomian dunia. Jika produksi karbondioksida (CO2) semakin besar, akhirnya dunia akan menghangat dan memicu global warming.
"Kalau perekonomian dan kegiatan manusia memproduksi CO2 terlalu banyak dan no body care itu disebut sebagai market failure. Nyata-nyata ini bisa membahayakan dunia, namun tidak ada yang bisa mengoreksi," kata Sri Mulyani dalam Seminar Strategi Capai Ekonomi Kuat & Berkelanjutan di Tengah Risiko akhir tahun lalu.
Di saat itulah letak APBN sebagai alokatif. APBN, kata Sri Mulyani, bisa mengoreksi tingkah laku manusia dan memasukkan risiko ancaman global melalui instrumen pajak karbon dan subsidi.
"Makanya Indonesia, kita akan berpartisipasi menurunkan CO2 sekarang 31% dan 43% dibantu internasional," tuturnya.
(zlf/zlf)