Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) memiliki beberapa langkah tegas kepada pemerintah jika utang selisih satu harga (rafaksi) minyak Rp 344 miliar tak kunjung dibayarkan. Salah satu langkah tegasnya dengan menggugat pemerintah ke ke Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta (PTUN).
Namun, Ketua Umum Aprindo Roy Nicholas Mandey mengatakan opsi penggugatan kepada pemerintah merupakan langkah terakhir yang akan dilakukan peritel. Karena menurut Roy, langkah hukum itu akan membebankan peritel juga.
"Kita bisa juga coba memikirkan jalur hukum. Tetapi itu opsi terakhir sekali, karena tadinya kami pengusaha berpikir berdagang jadi memikirkan hukum," jelasnya usai melakukan pertemuan dengan Kementerian Perdagangan, Kamis (4/5/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Peritel sendiri memberikan tenggat waktu kepada Kementerian Perdagangan untuk menyelesaikan utang tersebut selama dua sampai tiga bulan ke depan. Nah, opsi-opsi yang akan dilakukan peritel dilakukan jika utang tersebut tak kunjung lunas.
"Kita berharap baik kita disuruh PTUN, gugat, dan sebagainya, itu paling paling terakhir," lanjutnya.
Sebelum menempuh jalur hukum, langkah awal dilakukan peritel adalah akan menyetop pembelian minyak goreng dari produsen. Imbasnya, minyak goreng akan perlahan-lahan langka di ritel seluruh Indonesia.
"Kami akan mengurangi hingga menghentikan pembelian (minyak goreng ke produsen). Bukan mengurangi penjualan ya atau menghentikan penjualan. Kalau menghentikan penjualan barang ada, namanya nimbun. Tetapi kalau nggak ada karena kita nggak beli, bukan nimbun. Karena kita lagi protes nih. Kalau barang ada kita nggak jualin nanti KPPU masuk dianggap menimbun," jelasnya.
Opsi lain yang akan dilakukan peritel jika utang tak dibayar ialah dengan tidak membayar full kewajiban membayar pembelian minyak goreng ke produsen.
"Kalau potong tagihan, jadi begitu barang udah masuk stok kita, kan kita jualin, kita dapat uangnya dong ke konsumen. Dinamakan potong tagihan, uang itu kita tidak bayarkan. Kita potong, mungkin potongnya gak sekaligus ya. Potongnya bertahap," lanjutnya.
Roy menjelaskan, utang pemerintah yang harus dibayarkan dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) sebesar Rp 344 miliar. Angka itu merupakan penjualan minyak goreng sekitar 40 juta liter pada 19 sampai 31 Januari 2022.
(ada/zlf)