Pendapatan per kapita di Indonesia memiliki potensi yang cukup besar untuk meningkat, salah satunya melalui wirausaha. Meski demikian, hal ini akan sulit tercapai apabila izin usaha sulit keluar.
Wirausahawan Gita Wirjawan menuturkan beberapa hal yang menghambat keluarnya izin usaha. Pertama, faktor birokrasi. Kedua, faktor uang beredar.
"Ini uang beredar di seluruh dunia banyak banget, kalau saya hitung uang beredar di Amerika Serikat, Eropa, Kanada, Mexico, New Zealand, Jepang, Korea Selatan itu kurang lebih US$ 100 triliun. Sebagai gambaran itu 100 kali dari pendapatan Indonesia," ujarnya dalam acara The Founders Fest di The Kasablanka, Jakarta Selatan, Sabtu (6/5/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mantan Menteri Perdagangan ini pun membandingkan izin usaha yang dikeluarkan oleh China dan Indonesia. Di China, izin usaha dikeluarkan 9-10 per 1.000 orang, sementara di Indonesia hanya 0,3 per 1.000 orang. Hal tersebut yang menurutnya menghambat pertumbuhan pendapatan per kapita di Indonesia.
Untuk menyiasati hal tersebut, ia menyarankan wirausahawan untuk mendapatkan dana dari luar negeri. Untuk mendapatkannya, para wirausahawan bisa meminjam dari luar negeri dan mendatangkan penanam modal asing.
"Tapi sekarang bukan saat yang bijaksana untuk meminjam dengan kenyataan bahwa suku bunga sudah dinaikkan. Di Amerika Serikat dalam 11 bulan kenaikan suku bunga sudah 2.000%. 11 bulan yang lalu, suku bunga itu 0,25%, sekarang sudah 5%, kenaikannya 4,75%" paparnya.
Hal tersebut, lanjutnya, membuat sistem ekonomi Amerika Serikat maupun negara-negara maju di Eropa mengalami shock yang luar biasa. Ditambah dengan bangkrutnya Silicon Valley Bank (SVB) hingga First Republic Bank, membuat para venture capital sangat berhati-hati untuk memberikan modal untuk usaha bisnis.
Walau demikian, ia percaya ke depannya akan ada banyak sektor bisnis di Indonesia yang dapat berkembang. Beberapa yang memang sangat berkembang pesat adalah marketplace, sektor jasa keuangan, dan sektor aviasi atau penerbangan.
"Niscaya ke depan, hal serupa itu akan bisa diadopsi, dirasakan, dirangkul oleh sektor-sektor lainnya, termasuk pertanian, peternakan, properti, kesehatan, pendidikan, energi dan lain-lain," pungkasnya.
(fdl/fdl)