Begini Hasil Pertemuan Kemendag dengan Ritel dan Produsen Soal Utang Migor

Begini Hasil Pertemuan Kemendag dengan Ritel dan Produsen Soal Utang Migor

Aulia Damayanti - detikFinance
Kamis, 11 Mei 2023 13:36 WIB
Papua Barat menjadi salah satu wilayah prioritas pendistribusian minyak untuk pemerataan pasokan minyak goreng dengan harga terjangkau di seluruh wilayah Indonesia.
Foto: Dok. Kementerian Perdagangan
Jakarta -

Kementerian Perdagangan (Kemendag) telah melakukan pertemuan dengan pengusaha ritel Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) dan produsen minyak goreng. Pertemuan dilakukan untuk membahas utang selisih harga pada program satu harga minyak goreng pada 2022.

Pertemuan ini merupakan yang kedua kalinya setelah sebelumnya Kemendag hanya mengundang Aprindo. Adapun utang pemerintah ke pengusaha sebenarnya bukan kepada peritel saja senilai Rp 344 miliar, tetapi dengan produsen minyak goreng juga.

Namun pertemuan kedua ini juga belum membuahkan titik terang kapan utang itu akan dibayarkan kepada pelaku usaha. Hal ini diungkapkan oleh Ketua Umum Aprindo Roy Nicholas Mandey usai melakukan pertemuan dengan Kemendag dan produsen minyak goreng.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Belum ada, secepatnya saja dengan pernyataan 'sesegera mungkin'. Nah itu yang kita kembali bertanya lagi, sampai berapa lama?" kata Roy di Kementerian Perdagangan, Kamis (11/5/2023).

Proses pencairan utang ini disebut masih menunggu hasil pendapat hukum dari Kejaksaan Agung yang diminta oleh Kementerian Perdagangan. Hasil pendapat hukum itu akan menjadi dasar apakah utang kepada ritel dan produsen itu bisa dibayar atau tidak.

ADVERTISEMENT

Roy mengatakan dalam pertemuan itu juga sempat dibahas beberapa opsi untuk pembayaran utang kepada ritel. Ia mengatakan sempat ada opsi agar produsen melakukan penalangan pembayaran kepada ritel sambil menunggu hasil pendapat hukum dari Kejaksaan Agung.

Karena sebenarnya, alur pembayaran selisih harga itu sesuai Permendag 3 Tahun 2022, akan dibayarkan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Pembayaran itu dilakukan kepada produsen sebagai pelaku utama, kemudian nanti produsen mengganti selisih harga lagi kepada ritel.

"Nah produsen mengatakan bahwa ya kalau talangan itu terlalu repot, urusannya terlalu banyak karena perlu meminta persetujuan kepada korporasi, produsen. Kemudian juga data-datanya harus juga disinkronisasi ya antara data peritel dan data produsen dan seterusnya. jadi kalau talangan memang itu menjadi suatu hal yang tidak mudah," ungkapnya.

Roy juga meminta kepada Kementerian Perdagangan untuk mendapatkan transparansi verifikasi klaim pembayaran selisih harga dari Sucofindo. Hal itu diminta karena ada potensi penggantian selisih harga berbeda dengan data yang dimiliki oleh Aprindo.

"Karena ada indikasi hasil verifikasi nya itu tidak sama dengan nilai yang sudah kami sampaikan. Nah ini kan menimbulkan pertanyaan dan menimbulkan juga ya peritel akan melihat bahwa ya memang kita akan rugi jadinya. Ini harus kita pertanggungjawabkan kepada anggota sehingga kita minta untuk verifikasi itu dapat dibuka secara transparan dan terbuka," jelasnya.

Setelah pertemuan itu, dari pihak produsen tidak ada yang mau angkat bicara. Kementerian Perdagangan juga belum memberikan tanggapannya terkait hasil pertemuan tersebut.

Untuk diketahui, belakangan ini Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) naik tikam karena utang pemerintah untuk pembayaran selisih harga minyak goreng alias rafaksi dalam program satu harga pada 2022 belum juga dibayar Rp 344 M. Padahal program itu sudah bergulir sejak Januari 2022.

Aprindo pernah mengatakan seharusnya rafaksi itu dibayar 17 hari setelah program itu dilakukan. Namun sudah setahun lebih rafaksi tak kunjung dibayarkan.

Masalah muncul ketika Permendag 3 digantikan dengan Permendag 6 tahun 2022. Beleid baru itu membatalkan aturan lama soal rafaksi yang ditanggung pemerintah. Padahal, menurut Aprindo, seharusnya utang pemerintah kepada pengusaha tetap harus dibayarkan.




(ada/zlf)

Hide Ads