Kemendag Wajib Bayar Rp 800 M ke Pengusaha Minyak Goreng

Kemendag Wajib Bayar Rp 800 M ke Pengusaha Minyak Goreng

Aulia Damayanti - detikFinance
Minggu, 14 Mei 2023 07:04 WIB
Infografis 27 perusahaan jalani sidang kasus minyak goreng di KPPU
Foto: Infografis detikcom/Denny
Jakarta -

Kejaksaan Agung (Kejagung) telah mengeluarkan pendapat hukum terkait pembayaran utang pemerintah ke produsen minyak goreng dan ritel. Dalam putusan itu Kementerian Perdagangan wajib menyelesaikan pembayaran tersebut kepada pengusaha minyak goreng.

Hal ini diungkap oleh Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag, Isy Karim, saat ditemui di kantornya Kementerian Perdagangan, Jumat (12/5). Untuk diketahui, utang tersebut berkaitan dengan selisih harga pada program satu harga minyak goreng pada 2022.

"LO-nya (legal opinion) sudah keluar. Isinya (pendapat hukum Kejagung) pemerintah masih punya kewajiban untuk membayarkan. Tetapi tetap berdasarkan ketentuannya. Nah ketentuan dengan hasil verifikasi yang dilakukan secara akuntabel, profesional dari Sucofindo. Keluar LO-nya kemarin (11/5)," katanya, ditulis, Sabtu (13/5/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Nominal pembayaran yang harus diselesaikan Kemendag ke pengusaha minyak goreng sebesar Rp 800 miliar. Angka ini berdasarkan verifikasi dari PT Sucofindo yang ditugaskan untuk menjadi verifikator klaim selisih harga dari program yang telah berjalan pada Januari 2022 lalu itu.

Nantinya pembayaran bukan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Berdasarkan Permendag 01 dan 03 Tahun 2022, selisih harga akan diganti melalui dana di Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).

ADVERTISEMENT

"Total tagihan itu secara Rp 800 miliar. Kalau Aprindo kan melalui modern trade, sedangkan ada yang general trade. Jadi gabungan itu agak lumayan besar sekitar Rp 800 miliar, itu gabungan," ujarnya.

Bersambung ke halaman selanjutnya.

Saat ini proses pembayaran utang pemerintah ke produsen minyak goreng dan ritel masih menunggu apakah pengusaha minyak goreng setuju terkait nominal yang akan dibayarkan Rp 800 miliar. Isy mengatakan jika produsen dan ritel tak terima atas nominal itu pelaku usaha bisa menuntut melalui jalur hukum ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

"Kalau pelaku usaha nggak menerima hasil verifikasi tentu ada mekanisme lain (seperti menggugat ke PTUN)," terang Isy.

Isy mengatakan opsi PTUN ini menjadi langkah terakhir dan opsi dari Kemendag juga agar pelaku usaha mendapatkan haknya secara penuh. Karena Kemendag sejak awal berkomitmen akan menyelesaikan pembayaran tersebut.

"Tapi kan PTUN itu tergantung pada pelaku usaha, apakah pelaku usaha cukup terima, maka prosesnya akan selesai," ungkapnya.

Hal itu juga pernah diungkapkan Isy sebelumnya setelah melakukan pertemuan dengan produsen dan pengusaha ritel, pada Kamis (11/5). Jadi, meski nantinya ada perbedaan nominal, Kemendag akan mencarikan solusi yang tepat agar pelaku usaha mendapatkan haknya secara penuh.

"Apabila ada perbedaan angka antara yang diklaim dengan yang dibayarkan bisa dicarikan solusi lain. Intinya agar tetap terbuka aja bukan mengandalkan hasil verifikasi surveyor (Sucofindo) independen. Tapi juga ada upaya lain yang bisa dilakukan oleh pelaku usaha kalau yang boleh dibayarkan tidak sesuai dengan klaimnya," terang Isy di Kemendag Kamis (11/5).

Sebagai informasi, belakangan ini Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) naik tikam karena utang pemerintah untuk pembayaran selisih harga minyak goreng alias rafaksi dalam program satu harga pada 2022 belum juga dibayar. Padahal program itu sudah bergulir sejak Januari 2022.

Masalah muncul ketika Permendag 3 digantikan dengan Permendag 6 tahun 2022. Beleid baru itu membatalkan aturan lama soal rafaksi yang ditanggung pemerintah. Padahal, menurut Aprindo, seharusnya utang pemerintah kepada pengusaha tetap harus dibayarkan.

Halaman 2 dari 2
(ada/dna)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads