Kejaksaan Agung (Kejagung) telah mengeluarkan hasil pendapat hukum (legal opinion/LO) terkait pembayaran utang pemerintah ke produsen minyak goreng dan ritel belum lama ini. Total nominal yang harus dibayarkan ialah sebesar Rp 800 miliar.
Utang tersebut berkaitan dengan selisih harga jual alias rafraksi minyak goreng pada program satu harga minyak goreng pada 2022. Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga menyatakan, pihaknya masih akan berkoordinasi lebih lanjut dengan Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo).
"Itu masih dikomunikasikan. Jadi keputusannya sudah keluar, kita komunikasi dan koordinasi dengan Aprindo dan tentu saja teman-teman peritel," kata Jerry, saat ditemui di Hotel Indonesia Kempinski, Jakarta Pusat, Rabu (17/5/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Aprindo sendiri sebelumnya mengklaim utang pemerintah kepada ritel sebesar Rp 344 miliar. Sementara besaran Rp 800 miliar tersebut merupakan keseluruhan utang pemerintah kepada pengusaha, baik itu produsen maupun ritel.
Meski LO sudah dirilis, Jerry mengatakan pihaknya masih akan menunggu tanggapan dari para pengusaha minyak goreng. Ia juga optimistis, dari hasil komunikasi lebih lanjut nantinya akan dihasilkan titik tengah bagi semua pihak terkait.
"Intinya kan kita nunggu komunikasi dengan pihak Aprindo mengenai rafraksi. Saya yakin titik temunya pasti akan ada, titik temunya pasti akan bisa dilaksanakan semua pihak, baik oleh Kementerian Perdagangan dan juga yang lain," imbuhnya.
Sebagai tambahan informasi, persoalan utang yang belum dibayarkan lebih dari setahun ini kembali memanas lantaran ditagih oleh para pengusaha ritel. Aprindo sendiri mengklaim utang pemerintah kepada ritel sebesar Rp 344 miliar. Di sisi lain, Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag, Isy Karim menyatakan, pihaknya belum bisa memastikan berapa nominal yang akan didapat peritel.
"Belum tentu (dibayarkan Rp 344 miliar), itu kan total tadi (Rp 800 miliar), nanti yang diberikan Sucofindo itukan total. Saya belum bisa memberikan kepastian jumlah, karena harus buka dokumen sekecil-kecilnya. Kalau bahwa ini punya modern trade (MT) Aprindo mungkin, kemudian ini punya GT (general trade)," jelasnya, di Kementerian Perdagangan, Jumat (13/5/2023).
Adapun pembayaran utang ini bukan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Berdasarkan Permendag 01 dan 03 Tahun 2022, selisih harga akan diganti melalui dana di Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Nantinya, klaim utang itu diajukan BPDPKS sebagai badan yang ditunjuk untuk mengganti selisih harga program itu. Kemudian, barulah produsen mengganti selisih harga ke peritel.
(fdl/fdl)