Penjual sate maranggi di Kampung Sate Maranggi di wilayah Plered tampak berbeda. Tak banyak pengunjung yang datang untuk menikmati sate tersebut, sehingga menyebabkan penjualan agak lesu.
Sepinya pengunjung yang datang ke Kampung Sate Maranggi yang berada di samping Stasiun Kereta Api (KA) Plered ini ternyata beralasan. Adanya pemberlakuan grafik perjalanan KA (Gapeka) membuat minat pengunjung datang ke kampung Sate Maranggi merosot.
Sebagai informasi, Gapeka merupakan pedoman pengaturan pelaksanaan perjalanan kereta. Gapeka digambarkan dalam bentuk garis yang menunjukkan stasiun, waktu, jarak, kecepatan, dan posisi perjalanan kereta api mulai dari berangkat, bersilang, bersusulan dan berhenti yang digambarkan secara grafis untuk pengendalian perjalanan kereta api.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dilansir dari website resmi Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan, Minggu (4/6/2023), Gapeka dibuat untuk menentukan penomoran perjalanan Kereta Api (KA) dimana telah ditentukan waktu datang dan berangkatnya di tiap-tiap statiun, sekaligus menentukan batas kecepatan (taspat) KA. Dari Gapeka juga dilakukan berbagai perencanaan yang meliputi penyusunan susunan rangkaian kereta api, perawatan sarana dan prasarana, dan lain sebagainya.
Di sisi lain, dalam pembuatan Gapeka juga memperhatikan beberapa hal penting. Di antaranya, masukan dari penyelenggara sarana perkeretaapian, kebutuhan angkutan kereta api, sarana perkeretaapian yang ada, serta kondisi prasarana perkeretaapian.
Adapun, pemberlakuan Gapeka 2023 ini selain berpengaruh pada efisiensi waktu perjalanan KA, juga menyebabkan perubahan jadwal keberangkatan, stasiun pemberhentian dan penomoran KA pada sebagian besar KA baik itu KA Jarak Jauh maupun KA Lokal yang beroperasi di wilayah Daop 2 Bandung.
Salah satu kereta yang terdampak adalah kereta api lokal jurusan Garut - Purwakarta. Sesuai jadwal, kereta itu transit di Stasiun Plered hanya sekitar 15 menit. Padahal di jadwal sebelumnya kereta itu bisa transit atau berhenti hingga berjam-jam.
Kondisi ini yang membuat para pelanggan sate Maranggi di Kampung Sate Maranggi Plered, Purwakarta merosot tajam. Padahal biasanya mereka meraup cuan dari pengguna KA yang turun sementara di Stasiun Plered.
"Sangat berdampak, karena kan dulu berhentinya lama bisa berjam-jam jadi bisa istirhat dulu, jalan-jalan para penumpangnya dan banyak banget yang makan sate, kalau sekarang hanya satu dua, itu pun beli satenya yang udah siap, karena waktunya sedikit," ujar Yuri Angraeni dikutip dari detikJabar, Minggu (4/6/2023).
Yuri mengatakan, saat belum ada perubahan jadwal di stasiun Plered, para pelanggan yang turun dari kereta bisa membeli sate hingga ratusan tusuk. Namun saat ini seiring waktu yang terbatas, mereka tidak mau turun karena ketakutan ketinggalan kereta.
Meski demikian, dirinya tidak meminta adanya perubahan jadwal kereta api kembali, karena itu sudah ditentukan oleh pihak PT KAI. Ia tetap eksis meski alami penurunan pelanggan dari penumpang kereta api.
"Kalau penurunan secara umum adalah 20 persen. Tapi Alhamdulillah tetap rame, yang datang mereka yang sengaja pengen makan di sini," pungkasnya.
Dalam sehari ia masih bisa menjual sate hingga 500 tusuk. Namun jika di hari libur penjualan bisa mencapai 1.000 tusuk dalam sehari. Bahkan di hari Lebaran, penjualan sate hingga 3.000 tusuk dalam satu hari.
Sare Maranggi di lokasi wisata kuliner ini dibanderol seharga Rp 2.000 per tusuk, nasi Rp 3.000 per bungkus dan ketan bakar Rp. 5.000 per buah, yang menjadi pembeda adalah jumlah tusukan, komposisi sate, hingga kecapnya.
(das/das)