Tak Sampai Rp 1.000 T per Tahun, Segini yang Dikeluarkan RI Buat Bayar Utang

Tak Sampai Rp 1.000 T per Tahun, Segini yang Dikeluarkan RI Buat Bayar Utang

Herdi Alif Al Hikam - detikFinance
Minggu, 04 Jun 2023 16:03 WIB
Utang Pemerintah
Foto: Andhika Akbarayansyah
Jakarta -

Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla menyebutkan Indonesia membayar utang pemerintah sangat besar hingga Rp 1.000 triliun per tahun. Kementerian Keuangan pun membantah klaim tersebut.

Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo buka-bukaan soal data utang Indonesia selama ini yang tidak sampai Rp 1.000 triliun per tahun. Jumlah utang yang dibayarkan Indonesia hanya sekitar ratusan triliun tiap tahun.

"Kita tidak mengeluarkan Rp 1.000 T per tahun untuk membayar utang seperti yang disampaikan oleh Pak JK. Bu Sri Mulyani sudah merespon ini," ujar Yustinus Prastowo dalam utas panjangnya di Twitter @prastow, dikutip Minggu (4/6/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Yustinus membeberkan data pengeluaran pembiayaan untuk utang yang dilakukan pemerintah. Berdasarkan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat yang sudah diaudit BPK, sejak tahun 2017-2021 paling besar utang yang dibayarkan pemerintah per tahun hanya sebesar Rp 902,37 triliun di tahun 2021.

Secara runut, di tahun 2017 pengeluaran utang sebesar Rp 566,78 triliun, di 2018 sebesar Rp 759,26 triliun, di 2019 sebesar Rp 837,91 triliun, di 2020 sebesar Rp 770,57 triliun, dan di 2021 Rp 902,37 triliun.

ADVERTISEMENT

Pengeluaran utang itu terdiri dari pembayaran cicilan pokok dalam negeri, surat berharga negara, cicilan pokok luar negeri, dan bunganya.

Bersambung ke halaman selanjutnya.

Utang di Batas Aman

Lebih lanjut, Yustinus Prastowo membeberkan rasio utang terhadap PDB juga masih di bawah batas aman. Artinya, utang pemerintah masih berada di batas yang wajar dan mampu dibayarkan. Dia menyatakan per April 2023 rasio utang sempat turun menjadi 39,17% dari 39,57% pada Desember 2022.

"Kebijakan countercyclical penanganan COVID-19 dan pemulihan ekonomi membuat rasio utang meningkat, di 2020 sebesar 39,4% dari PDB dan 2021 sebesar 40,7% dari PDB. Kemampuan recovery yang baik membuat ekonomi Indonesia mampu bangkit, sekaligus menurunkan debt ratio," papar Yustinus.

Lebih lanjut Yustinus mengatakan kenaikan PDB Indonesia yang mencerminkan pertumbuhan ekonomi tumbuh sangat besar, jauh lebih besar daripada pertumbuhan utang. Padahal, mayoritas negara lain mengalami kenaikan utang yang lebih tinggi daripada pertumbuhan PDB.

Dari data yang dia paparkan pertumbuhan PDB di Indonesia naik sebesar US$ 276,1 miliar pada tahun 2018-2022 dan pada waktu yang sama pertumbuhan utang hanya mencapai US$ 206,5 miliar.

Amerika yang dikenal sebagai negara adidaya, pertumbuhan ekonominya lebih rendah daripada pertumbuhan utang. Di waktu yang sama PDB AS tercatat sebesar US$ 4,9 triliun, sementara pertumbuhan utang mencapai US$ 8,9 triliun.

Nasib China pun sama seperti AS, PDB-nya tercatat US$ 4,25 triliun sementara itu pertumbuhan utangnya jauh lebih besar mencapai US$ 6,1 triliun.

"Kita patuh pada fiscal rule. Konsekuensinya, kenaikan PDB Indonesia lebih besar daripada utang, di saat mayoritas negara ASEAN dan G20 mengalami kenaikan utang yang lebih tinggi daripada PDB," beber Yustinus.

Halaman 2 dari 2
(hal/dna)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads