Nah Lho... Data Utang Minyak Goreng Pemerintah Vs Pengusaha Nggak Kompak

Nah Lho... Data Utang Minyak Goreng Pemerintah Vs Pengusaha Nggak Kompak

Aulia Damayanti - detikFinance
Selasa, 06 Jun 2023 12:26 WIB
Big plastic bottle of olive oil in the hand of the buyer at the grocery store
Ilustrasi Minyak Goreng - Foto: Getty Images/iStockphoto/sergeyryzhov
Jakarta -

Hari ini Komisi VI DPR RI menggelar rapat bersama Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan. Dalam rapat,

Utang yang dimaksud terkait dengan selisih harga pada program minyak goreng satu harga (rafaksi) pada 2022 lalu. Zulhas menjelaskan ada perbedaan angka dengan klaim yang diajukan oleh 54 pengusaha minyak goreng kepada Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) senilai Rp 812 miliar.

Dia menyebut hasil verifikasi yang dilakukan Kemendag melalui verifikator PT Sucofindo menyebut utang pemerintah hanya Rp 474,8 miliar. "Perbedaan ini disebabkan karena klaim penyaluran rafaksi tidak dibuktikan dengan bukti transaksi sampai ke pengecer. Biaya distribusi dan jasa angkut yang tidak dapat diyakini dan rafakasi yang melebih 31 Januari 2022," kata Zulhas dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR RI, Selasa (6/6/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Karena melihat perbedaan itu, Kemendag kemudian meminta pendapat hukum kepada Kejaksaan Agung melalui Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun). Tetapi, lagi-lagi Kemendag belum mendapatkan titik terang meski sudah ada fatwa hukum dari Kejagung.

"Memang sudah ada jawaban Jaksa Agung. Jadi bukan fatwa membayar, sebetulnya suratnya nggak jelas juga, tetapi ada suratnya. Kemendag ini kan peraturannya sudah nggak ada, tetapi fatwanya kurang terang, zaman sekarang ini khawatir, oleh karena itu kita hati-hati," ungkapnya.

ADVERTISEMENT

Zulhas menegaskan prosedur yang ia lakukan dalam rangka kehati-hatian untuk membayar utang kepada pengusaha. Apalagi, nilai yang harus dibayarkan melalui BPDPKS ini belum jelas.

"Ada yang bilang Rp 300 miliar, Rp 400 miliar Rp 800 miliar, mana yang benar? Kalau sudah bayar itu pak panjang itu ceritanya, nanti kan yang dipanggil kan Mendag kan," tegasnya.

Untuk itu, Zulhas juga meminta bantuan lagi kepada Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk menjadi auditor dan memastikan berapa yang harus dibayar pemerintah kepada pengusaha minyak goreng

"Sekali lagi kami akan berkirim surat ke auditor negara BPKP dan BPK, mana yang harus dibayar, pertama saya dapat laporan Rp 300 miliar terakhir Rp 800 miliar, ini saya harus hati hati," jelas dia.

Sebelumnya, Kemendag mengatakan pendapat hukum dari Kejaksaan Agung(Kejagung) telah keluar berkaitan dengan putusan pembayaran utang ke produsen minyak goreng dan ritel. Utang itu berkaitan dengan selisih harga pada program minyak goreng satu harga (rafaksi) di 2022.

Hal ini diungkapkan oleh Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag, Isy Karim, saat ditemui di kantornya Kementerian Perdagangan, Jumat (12/5).

"LO-nya (legal opinion) sudah keluar. Isinya (pendapat hukum Kejagung) pemerintah masih punya kewajiban untuk membayarkan. Tetapi tetap berdasarkan ketentuannya. Nah ketentuan dengan hasil verifikasi yang dilakukan secara akuntabel, profesional dari Sucofindo. Keluar LO-nya kemarin (11/5)," katanya, ditulis, Sabtu (13/5/2023).

Adapun nominal pembayaran yang harus diselesaikan pemerintah sebesar Rp 800 miliar. Angka ini berdasarkan verifikasi dari PT Sucofindo yang ditugaskan untuk menjadi verifikator klaim selisih harga dari program yang telah berjalan pada Januari 2022 lalu itu.

Simak juga Video: Peritel Setop Beli Migor Jika Pemerintah Tak Bayar Utang Rp 344 M

[Gambas:Video 20detik]




(ada/kil)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads