Ini Salah Satu Biang Kerok Penerimaan Negara Tak Maksimal

Ignacio Geordi Oswaldo - detikFinance
Selasa, 13 Jun 2023 18:16 WIB
Foto: Rachman Haryanto
Jakarta -

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) pada akhir April 2023 senilai Rp 72,35 triliun. Realisasi penerimaan cukai rokok tersebut menurun 5,16% secara tahunan atau year on year (yoy) dibandingkan realisasi di periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 76,29 triliun. Rendahnya penerimaan negara ini antara lain disebabkan kenaikan konsumsi rokok murah dari golongan 2 dan 3 yang membayar tarif cukai lebih rendah.

Fenomena perpindahan konsumsi ke rokok murah ini tidak hanya menjadi ancaman bagi penerimaan negara dari CHT, namun juga tidak sejalan dengan tujuan kesehatan, utamanya untuk menurunkan prevalensi perokok anak. Dalam RPJMN 2020 - 2024, prevalensi perokok anak ditargetkan untuk turun menjadi 8.7%. Dengan semakin banyaknya rokok murah, target ini terancam tidak tercapai.

Kepala Laboratorium Ekonomi Departemen Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada Kun Haribowo menyoroti perilaku konsumsi masyarakat yang rentan terpengaruh dengan kebijakan kenaikan tarif CHT. Pergeseran konsumsi rokok dari golongan 1 ke rokok golongan 2 dan 3 yang lebih murah sangat memungkinkan terjadi jika melihat gap harga yang cukup jauh antar golongan.

"Sebagai masyarakat yang rasional, konsumen tentu akan memilih rokok yang harganya sesuai dengan kondisi ekonominya. Dengan harga yang separuh antara golongan 1 dan 2, ada potensi pergeseran konsumsi ke golongan yang lebih murah," ungkap Kun, Kamis (8/6/2023).

Dalam analisanya, produksi rokok golongan 1 saat ini sangat elastis terhadap kenaikan cukai. Penurunan produksi golongan 1 tidak dapat dikompensasi oleh kenaikan produksi golongan 2 dan 3 sehingga penerimaan CHT secara keseluruhan menjadi kontraksi. Kun memprediksi outlook penerimaan CHT Semester 1 tahun 2023 pertama kali dalam 5 tahun terakhir akan mengalami penurunan hingga 6%-14% (yoy).

"Perlu perbaikan dalam struktur tarif cukai HT untuk menghindari shifting dari segi demand maupun supply (produsen) termasuk pengaturan tarif cukai di dalam struktur tersebut," kata Kun.

Director of Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Fiscal Research & Advisory B. Bawono Kristiaji menjelaskan diversifikasi golongan rokok berdasarkan produksinya membuka celah perpindahan konsumsi rokok yang lebih besar karena perbedaan harga yang cukup jauh. Konsumen akan selalu mencari celah untuk mengonsumsi rokok dengan substitusi yang ditawarkan, misalnya beralih ke rokok yang lebih murah. Kebutuhan menaikkan tarif cukai untuk tujuan prevalensi semakin kompleks dengan diversifikasi harga berdasarkan produksi golongan rokok.

"Perlu sama-sama paham bahwa cukai merupakan instrumen untuk pengendalian konsumsi produk tertentu. Kalau cukai sifatnya diversifikasi tarif, ini akan berpengaruh pada struktur di pasar. Dengan jarak tarif yang makin besar maka akan semakin banyak tantangannya, baik dari sisi pengendalian konsumsi rokok maupun penerimaan negara," kata Bawono.




(fdl/fdl)

Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork