Jakarta -
Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan selama Mei 2023 belum ada catatan Indonesia melakukan ekspor pasir laut. Pasalnya keran ekspor sendiri baru dibuka Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 15 Mei 2023.
"Pengelompokan untuk pencatatan ekspor impor pasir laut masuk ke dalam kode HS 25059000. Pada Mei 2023 tidak tercatat adanya transaksi untuk komoditas dengan kode HS tersebut," kata Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS Moh. Edy Mahmud dalam konferensi pers virtual, Kamis (15/6/2023).
Pembukaan keran ekspor pasir laut tertera dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi Laut. Hal itu dilakukan setelah dilarang sejak 20 tahun atau 2003.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Beleid tersebut mengizinkan pemanfaatan hasil sedimentasi di laut berupa pasir laut yang digunakan untuk reklamasi dalam negeri, pembangunan infrastruktur pemerintah, pembangunan prasarana oleh pelaku usaha, dan mengizinkan ekspor pasir laut.
"Ekspor sepanjang kebutuhan dalam negeri terpenuhi dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," tulis Pasal 9 nomor 2 huruf d aturan tersebut.
Dalam aturan tersebut, ekspor pasir laut harus berdasarkan izin usaha dari Kementerian Perdagangan yang mengurus mengenai ekspor.
"Pemanfaatan hasil sedimentasi di laut untuk ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) huruf d wajib mendapatkan perizinan berusaha untuk menunjang kegiatan usaha di bidang ekspor dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan," tulis pasal 15 nomor 4.
Tujuan Ekspor Pasir Laut Versi Pemerintah
Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengatakan kebijakan ekspor pasir laut akan melindungi ekosistem di pesisir pantai. Pasalnya sebelum aturan ini dikeluarkan, pasir laut disebut sudah banyak dikeruk secara ilegal terutama di pulau-pulau daerah Batam.
"Selama ini belum ada aturannya, berarti ngambil (pasir laut) bebas dari pantai, dari pulau-pulau. Ini yang kita atur. Dari mana saya bisa tahu seperti itu? Ketika Ditjen PSDKP kita operasi pengawasan. Contoh di Pulau Rupat, hampir habis itu pulaunya disedotin pasirnya. Kemudian di Pulau Bawah, banyak lah di daerah Batam dan sebagainya. Itu kita stop dan kita segel," kata Trenggono.
Oleh sebab itu, aktivitas tersebut kini diatur. Menurutnya, penggunaan pasir laut untuk kegiatan reklamasi juga menjadi lebih tertata dengan terbitnya PP Nomor 26 Tahun 2023.
"Ke depan material yang boleh dimanfaatkan untuk mendukung kegiatan reklamasi adalah hasil sedimentasi, bukan pasir laut yang diambil dari sembarang lokasi," lanjutnya.
Dalam PP Nomor 26 Tahun 2023 disebutkan, hasil sedimentasi di laut berupa material alami yang terbentuk oleh proses pelapukan dan erosi, yang terdistribusi oleh dinamika oseanografi dan terendapkan yang dapat diambil untuk mencegah terjadinya gangguan ekosistem dan pelayaran.
Hasil sedimentasi yang dapat dimanfaatkan bisa berupa lumpur maupun pasir laut. "Karena reklamasi membutuhkan pasir laut, sekarang diatur, seluruh reklamasi yang izinnya kita setujui, reklamasinya harus dari sedimentasi. Tetapi juga hasil sedimentasi itu banyak sekali kandungannya, ada lumpur, ada pasir, atau material yang lain," tambahnya.
Jika hasil sedimentasi dibiarkan, kata Trenggono, bisa mengganggu kelestarian ekosistem laut. Untuk itu, kebijakan pengelolaan hasil sedimentasi yang terdiri dari perencanaan, pengendalian, pemanfaatan, dan pengawasan dinilai penting untuk menjaga keberlanjutan ekosistem serta membawa manfaat ekonomi bagi masyarakat dan negara.
"Indonesia itu dapat bonus geografi. Indonesia itu tempat putaran arus. Yang secara peristiwa oseanografi itu material di dalamnya, bisa berupa lumpur, pasir itu ngumpul. Satu dia nutupi alur pelayaran, kedua dia nutupi terumbu karang, padang lamun, tentu ini tidak sehat dong lautnya kalau kaya gini," jelasnya.
Pihaknya saat ini tengah mempersiapkan aturan turunan, yang di dalamnya terdapat Tim Kajian yang terdiri dari institusi pemerintah, lembaga oseanografi, perguruan tinggi, hingga pegiat lingkungan. Tim Kajian itu akan membuat pengelolaan hasil sedimentasi di laut menjadi lebih ketat dan transparan.
"Saya ini panglimanya ekologi. Membuat kebijakan tidak boleh ada vested di dalamnya. Kebijakan harus bebas dan benar-benar untuk kepentingan bangsa dan negara," pungkasnya.