India Digadang-gadang Salip China Jadi Raksasa Ekonomi Dunia

India Digadang-gadang Salip China Jadi Raksasa Ekonomi Dunia

Anisa Indraini - detikFinance
Senin, 03 Jul 2023 10:35 WIB
Kuil Emas, Amritsar India
Foto: BBC
Jakarta -

Riedel Research Group menilai India sebagai negara adikuasa yang sedang berkembang dan dalam beberapa tahun akan menikmati pertumbuhan tinggi. India bahkan terus-menerus mengungguli China.

″Sangat-sangat bullish di India. Mereka melakukan semua hal yang benar dan memiliki peluang sangat tinggi untuk mengungguli ekspektasi dalam 6-24 bulan ke depan," kata CEO Riedel Research Group, David Riedel dikutip dari CNBC, Senin (3/7/2023).

"Ekonomi China jauh lebih besar, tetapi ini adalah perubahan penting karena India terus-menerus mengungguli China," tambahnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Riedel mengatakan India adalah negara yang sangat berbeda dari China pada saat ini dan sebelumnya. Menurutnya, India berhasil mengatasi jebakan pertumbuhan pendapatan menengah dengan sejumlah instrumen seperti monetisasi dan digitalisasi ekonomi, serta perubahan struktur pajak.

"Saya pikir itu kesempatan untuk menikmati beberapa tahun pertumbuhan yang sangat tinggi dan saya pikir itulah yang harus dicari oleh investor," ucap Riedel.

ADVERTISEMENT

Menurut perkiraan S&P Global dan Morgan Stanley Desember lalu, India akan menyusul Jepang dan Jerman untuk menjadi ekonomi terbesar ketiga di dunia pada 2030.

"Seluruh bisnis reksa dana, bisnis perbankan, sektor swasta mereka benar-benar memiliki pertumbuhan di depan," kata Direktur Enam Holdings, Manish Chokhani.

Prospek Ekonomi China Redup

Riedel memperkirakan ekonomi China pada lima tahun ke depan tidak akan sekuat lima tahun terakhir. Hal ini melihat pengangguran di perkotaan yang tinggi pada kaum muda dan meningkatnya jumlah rantai pasok yang beralih dari China.

Pada Mei 2023, pengangguran kaum muda di China naik ke rekor tertinggi 20,8% untuk penduduk berusia 16-24 tahun. China juga baru-baru ini mencatat banyak data ekonomi yang lebih lemah dari perkiraan.

"Aktivitas pabrik di China pada Juni menandai kontraksi lain. Sementara aktivitas non manufaktur berada pada titik terlemahnya sejak Beijing meninggalkan kebijakan nol COVID yang ketat akhir tahun lalu," ucap Riedel.

Lihat juga Video 'India Dilanda Gelombang Panas Ekstrem, Faskes dan Krematorium Penuh':

[Gambas:Video 20detik]



(aid/rrd)

Hide Ads