3 Saran Ngawur IMF yang Pernah Bikin RI Masuk 'ICU'

3 Saran Ngawur IMF yang Pernah Bikin RI Masuk 'ICU'

Ignacio Geordi Oswaldo - detikFinance
Selasa, 04 Jul 2023 16:49 WIB
imf
Foto: Dok. Reuters
Jakarta -

Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengatakan pemerintah tidak akan mau lagi mengikuti saran dari Dana Moneter Internasional (IMF). Terakhir, IMF baru saja meminta Indonesia untuk mempertimbangkan kebijakan pelarangan ekspor bahan mentah.

Sebab, Bahlil menyebutkan IMF pernah membuat Indonesia masuk dalam kondisi ekonomi yang parah saat krisis ekonomi di 1998 yang lalu dengan saran-sarannya. Dia mengibaratkan yang seharusnya Indonesia hanya dirawat di ruang inap, namun malah masuk ICU akibat IMF.

"Dia sudah pernah menjadikan kita pasien yang gagal diagnosa. Apakah kita akan mengikuti dokter yang sudah membawa kita ke ruang rawat inap, dia masukan kita ke ruang ICU? Ibarat orang sakit harusnya nggak operasi total, kemudian operasi total terus gagal," kata Bahlil, Jumat (30/6/2023) lalu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lantas, saran IMF apa saja yang malah membuat kondisi Indonesia makin terpuruk saat krisis ekonomi 1998 lalu?

1. Otak-atik Kebijakan Moneter

Lepi T. Tarmidi dalam laporan 'Krisis Moneter Indonesia: Sebab, Dampak, Peran IMF dan Saran' menjelaskan salah satu saran IMF untuk menstabilkan nilai tukar adalah dengan menerapkan kebijakan uang ketat, menaikkan suku bunga dan mengembalikan kepercayaan terhadap kebijakan ekonomi, dari waktu ke waktu mengadakan intervensi terbatas di pasar valas dengan petunjuk IMF.

ADVERTISEMENT

Sayangnya tidak ada program khusus yang secara langsung ditujukan untuk menguatkan kembali
nilai tukar rupiah, juga tidak ada Appendix untuk masalah krisis moneter yang tengah dialami RI. Saran IMF ini nyatanya tidak memecahkan permasalahan yang utama dan yang paling mendesak secara langsung.

IMF bisa saja terlebih dahulu mengambil kebijakan memprioritaskan stabilisasi nilai tukar rupiah, kalau mau, dengan mencairkan dana bantuan yang relatif besar pada bulan November lalu, yang didukung oleh bantuan dana dari World Bank, Asian Development Bank dan negara-negara
sahabat.

Dengan demikian timbulnya krisis kepercayaan masyarakat Indonesia yang berkepanjangan terhadap pemerintah dapat dicegah.

2. Memangkas Bank yang Bermasalah

Tidak hanya mengotak-atik kebijakan moneter dalam negeri, IMF juga mensyaratkan pemerintah RI untuk menutup sejumlah bank yang bermasalah.

Menanggapi hal itu, Lepi berpendapat saran IMF menutup sejumlah bank yang bermasalah untuk menyehatkan sistem perbankan Indonesia pada dasarnya adalah tepat. Sebab cara pengelolaan bank yang amburadul dan tidak mengikuti peraturan.

namun dampak psikologisnya dari tindakan ini tidak diperhitungkan. Akibatnya masyarakat kehilangan kepercayaan kepada otoritas moneter, Bank Indonesia dan perbankan nasional, sehingga memperparah keadaan.

Saat itu, hal ini membuat masyarakat beramai-ramai memindahkan dananya dalam jumlah besar ke bank-bank asing dan pemerintah atau ditaruh di rumah, yang menimbulkan krisis likuiditas perbankan nasional yang gawat.

3. Menghapus Bantuan Subsidi BBM dan Listrik

Salah satu permintaan lain IMF saat memberikan pinjaman dana kepada RI lainnya adalah menghapuskan subsidi BBM dan listrik secara bertahap dalam jangka waktu tiga tahun. Dalam hal ini Lepi merasa kebijakan IMF ini sudah benar, sebab kala itu beban keuangan negara akibat subsidi kian membesar.

Namun yang menjadi permasalahan, penurunan subsidi BBM dan listrik oleh pemerintah secara drastis dan mendadak pada tanggal 4 Mei 1998 yang lalu mempunyai dampak yang sangat luas terhadap perekonomian rakyat kecil.

Meskipun saat itu kepentingan rakyat kecil sangat diperhatikan dengan adanya jaringan keselamatan sosial, tindakan drastis ini sedikit-banyak telah membantu memicu terjadinya kerusuhan-kerusuhan sosial dan politik.

Simak juga Video 'Luhut ke IMF soal Larangan Ekspor Raw Material: Kalian Jangan Macam-macam':

[Gambas:Video 20detik]



(fdl/fdl)

Hide Ads