Biar Bonus Demografi Nggak Jadi Beban, RI Harus Gimana?

Achmad Dwi Afriyadi - detikFinance
Minggu, 09 Jul 2023 10:30 WIB
Foto: Angga Aliya/detikcom
Jakarta -

Bonus demografi yang terjadi di Indonesia bisa menjadi modal agar Indonesia keluar dari jebakan negara berkembang atau middle income trap. Namun, bonus demografi ini juga bisa menjadi sumber masalah.

Data dan fakta menunjukkan kualitas bonus demografi Indonesia saat ini masih kurang baik. Tingkat pengangguran pemuda berusia antara 15-30 tahun konsisten tinggi sejak 2015 hingga 2022 rata-rata 14,1% dibanding pengangguran semua umur 5,8%.

Data ini diperjelas dengan proporsi usia pengangguran yang tahun lalu berjumlah 7,99 juta orang, di mana anak muda usia 15-24 mendominasi sebesar 46% sementara usia 25-59 sebesar 23%.

Kajian riset investigasi CNBC Indonesia Research juga menyebut pemuda perempuan berpotensi untuk terjebak pada dunia hitam prostitusi online yang semakin marak terjadi. Kesimpulannya, praktik asusila dan penipuan sebagai bagian dari aktivitas underground economy atau ekonomi bawah tanah di Indonesia meningkat dipacu oleh booming ekosistem digital-media sosial, tren pemutusan hubungan kerja (PHK), dan pengangguran tinggi generasi Z. Nilai bisnis prostitusi di Indonesia diperkirakan CNBC Indonesia Research mencapai sekitar Rp 91 triliun setiap tiga bulan sekali.

"Bonus demografi dengan cepat menjadi petaka demografi bila tidak diakselerasi financial literacy and skill," ujar Chief Economist, Bahana TCW Investment Management, Budi Hikmat dalam keterangannya, Minggu (9/7/2023).

Sementara itu, Yanuar Rizky, Ekonom Aspirasi Indonesia Research Institute mengatakan fenomena prostitusi online saat ini sama saja dengan fenomena 'demi content' di aplikasi media sosial seperti Tiktok. Menurutnya, ada yang salah dalam konsumsi pasar digital Indonesia.

"Kita terlena dengan digitalisasi, dan yang terjadi flexing digital sebagai pekerjaan. Kita perlu merenung, ecosystem digital adalah membenahi sektor riil, dan digital adalah medium akselerasi. Akselerasi tanpa sektor riil, ya 'kaya wacana, miskin implementasi'," kata Yanuar.

Ekonom dan juga Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Ukay Karyadi mengatakan untuk membangun sebuah perekonomian yang sehat dibutuhkan ekosistem ekonomi yang juga sehat. Menurutnya, hal itu akan membantu para pelaku ekonomi akan tumbuh dan berkembang, meski minim program bantuan atau sejenisnya.

"Bonus demografi akan bermanfaat, bila SDM produktif ada di ekosistem ekonomi yang sehat. Tanpa itu, hanya akan melahirkan generasi frustasi, dan akhirnya banyak yg mengambil jalan pintas," kata dia.

Ekonom senior, mantan Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Moneter Bank Indonesia, Nanang Hendarsah mengatakan bonus demografi harus dimanfaatkan. Menurutnya, jika dibarengi dengan kebijakan yang tepat maka akan mengurangi beban ekonomi negara.

Dari sisi produksi, kata dia, ada tiga kebijakan yang diperlukan untuk mendorong produksi. Pertama, pasokan tenaga kerja (labor supply) yang berkualitas (high skill). Negara harus mendorong kebijakan untuk memperluas kapasitas pasar tenaga kerja agar bisa menyerap penduduk terutama usia kerja muda yang sedang tumbuh pesat.

Dengan masih rendahnya kapasitas pasar dalam penyerapan tenaga kerja muda saat ini, tingginya penduduk usia kerja justru menjadi pukulan telak karena pengangguran akan semakin meningkat.

Kedua, kapasitas tabungan (saving rate) agar Indonesia tidak terlalu tergantung pada pembiayaan luar negeri (external financing) dalam bentuk Foreign Direct Investment (FDI) dan portofolio inflows yang rentan mengalami pembalikan.

Ketiga, kualitas SDM, yaitu pengembangan kualitas pendidikan dan kesehatan dari manusia itu sendiri. Peringkat investasi di bidang pendidikan dan pelayanan kesehatan (human capital) juga saat ini masih berada di peringkat yang terbilang rendah dibandingkan negara lain.

"Ketika Indonesia saat ini masuk dalam jendela kesempatan bonus demografi, tampaknya kita masih butuh kerja keras untuk memenuhi tiga kebijakan paling esensial di sisi produksi tersebut," katanya.




(acd/das)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork