Ketua ASEAN Business Advisory Council (ASEAN-BAC) Arsjad Rasjid menyatakan Thailand dapat menjadi contoh bagi negara-negara ASEAN dalam memanfaatkan potensi foreign direct investment (FDI). Thailand menjadi salah satu negara dengan reformasi peraturan bisnis terbanyak, memfasilitasi proses pengaturan, dan mengurangi waktu untuk memulai bisnis dari 29 hari menjadi 6 hari.
"Selaku Ketua ASEAN-BAC Tahun 2023, saya sangat mendukung langkah-langkah strategis Pemerintah Thailand untuk memfasilitasi kemudahan berusaha bagi investor asing. Banyak hal yang bisa dikerjasamakan di berbagai sektor antara Thailand dan ASEAN, juga dengan Indonesia," kata Arsjad dikutip dalam keterangan tertulis, (10/7/2023).
Arsjad bersama delegasi ASEAN-BAC berada di Bangkok, pada Kamis sampai Minggu (6-9/7) dalam rangka roadshow kepemimpinan Indonesia pada ASEAN-BAC Tahun 2023. Sebelumnya, ASEAN-BAC melakukan roadshow ke Malaysia, Filipina, Singapura, Brunei Darussalam, Myanmar, Inggris, Jepang, Korea Selatan, dan Australia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Delegasi ASEAN-BAC bertemu pejabat pemerintah dan para pelaku usaha di Thailand. Dalam pertemuan tersebut. Ada beberapa hal yang dibahas, terutama mengenai isu prioritas ASEAN-BAC seperti transformasi digital dalam finansial, pembangunan berkelanjutan terkait ekosistem energi bersih seperti EV, ketahanan pangan di kawasan, penguatan infrastruktur kesehatan, dan yang paling penting adalah penguatan investasi dan perdagangan intra-ASEAN.
Para delegasi juga secara khusus mengajak pejabat pemerintah dan para pelaku usaha menghadiri ASEAN Business Investment Summit (ABIS) 2023 dan Asean Business Awards (ABA) 2023 yang akan diselenggarakan di Jakarta pada 3-4 September 2023.
Investasi Indonesia dan Thailand di ASEAN
Pada 2022 realisasi investasi di Thailand mencapai US$ 20 miliar atau naik 39% dari tahun sebelumnya. Peningkatan ini didorong investasi asing langsung di sektor elektronik, rantai pasokan kendaraan listrik (EV), dan pusat data.
"Thailand saat ini menjadi lokasi produksi bagi pembuat mobil internasional, seperti Mercedes, Toyota, dan GWM, terutama untuk kendaraan listrik. Thailand tumbuh menjadi magnet bagi investor asing dalam mengembangkan kendaraan listrik di wilayah ASEAN," jelas Arsjad.
Selain itu, lanjut Arsjad, delegasi ASEAN-BAC yang dipimpinnya juga menyampaikan sejumlah rekomendasi terkait upaya peningkatan investasi di sektor pertanian dan pangan. ASEAN-BAC, kata dia, berusaha untuk meningkatkan investasi intra-ASEAN yang lebih inklusif pada kedua sektor tersebut. Telah dikembangkan legacy project seperti Inclusive Closed Loop Model for Agricultural Product dan ASEAN One Shot Campaign.
Usaha Patungan
Sementara itu, terkait pengembangan ekosistem kendaraan listrik, Arsjad menjelaskan Indonesia memiliki kepentingan yang sama dengan Thailand dalam memproduksi kendaraan listrik dan baterai otomotif. Saat ini telah dibentuk usaha patungan melalui kemitraan antara perusahaan Indonesia dan Thailand untuk memperkuat rantai pasokan otomotif.
Arsjad menuturkan posisi strategis Thailand dan Indonesia di pasar otomotif dunia, ditambah sumber daya alam melimpah, seperti bauksit dan nikel, menjadikan kedua negara itu sebagai surga investasi.
"Dengan mengintegrasikan sumber daya, teknologi, dan kemampuan produksi, kami dapat membangun rantai pasokan yang efisien dan tangguh di ASEAN untuk industri EV global," kata Arsjad.
Sementara itu, Wakil Ketua ASEAN-BAC Bernardino Vega menyampaikan saat ini telah terbentuk sebuah integrasi sistem QRIS antara Indonesia dan Thailand. Keterbukaan ini menciptakan peluang besar bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dan bisnis pariwisata di kalangan negara-negara ASEAN.
"QRIS menawarkan solusi pembayaran yang efisien dan aman, dan memperluas jangkauan ke basis konsumen yang lebih luas di Thailand dan Indonesia. Secara bersamaan, konsumen di kedua negara akan menikmati aksesibilitas yang lebih besar ke berbagai produk. Integrasi sistem QRIS di Thailand merupakan kebanggaan ASEAN-BAC untuk membangun sistem pembayaran Kode QR di ASEAN," jelas Dino.
ASEAN-BAC juga menjalin kemitraan erat dengan perusahaan-perusahaan di Indonesia untuk menciptakan iklim bisnis yang ramah lingkungan, seperti PT Astra International Tbk., Indika Energy, Sinar Mas, Bakrie Group, dan Mayora Group. Indika Energy bergerak pada sektor bisnis yang berkelanjutan.
"Indika telah mendiversifikasi bisnisnya di luar batu bara untuk mengakhiri penggunaan bahan bakar fosil. Indika, lanjutnya telah membentuk kemitraan dengan perusahaan berbasis di Taiwan, Foxconn dan tiga entitas lainnya untuk secara kolektif menginvestasikan US$ 8 miliar dalam memproduksi EV dan baterai di Indonesia," papar Wakil Direktur Utama dan Group CEO Indika Energy Azis Armand.
Sementara itu, Sinar Mas melalui Sinar Mas Agribusiness & Food juga berupaya untuk selalu mengutamakan aspek keberlanjutan dalam proses bisnisnya.
"Kolaborasi dengan berbagai pihak merupakan kunci keberhasilan dalam menjalankan bisnis dan memperluas pangsa pasar. Jangan lupa, aspek berkelanjutan harus tetap diprioritaskan," ujar Chairman & CEO Sinar Mas Agribusiness and Food Franky Oesman Widjaja.
(fhs/ega)