Logistik RI Mahal dan Lama, Kirim Barang Antarnegara Malah Lebih Cepat

Logistik RI Mahal dan Lama, Kirim Barang Antarnegara Malah Lebih Cepat

Anisa Indraini - detikFinance
Jumat, 21 Jul 2023 06:00 WIB
Ilustrasi Cara Mengirim Paket Besar atau pengiriman kargo
Ilustrasi Logistik - Foto: Infografis detikcom
Jakarta -

Lembaga National Single Window (LNSW) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengakui biaya logistik di Indonesia masih mahal. Hal itu dikarenakan adanya beberapa penyebab yang membuat proses pengiriman dari hulu sampai hilir tidak efisien.

"Terkait cost logistic itu faktornya bukan hanya di pelabuhan, itu dari hulu ke hilir sampai warehouse (gudang)," kata Kepala LNSW Agus Rofiudin di Menara Kadin Indonesia, Jakarta Selatan, Kamis (20/7/2023).

Berdasarkan catatannya, biaya logistik di Indonesia mencapai 23,5% dari Produk Domestik Bruto (PDB) nasional. Biaya itu jauh lebih besar dibandingkan Jepang yang hanya 8%, Taiwan 9%, Malaysia 13%, China 14%, dan Thailand 15%.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Salah satu faktor yang membuat mahalnya biaya logistik karena Indonesia merupakan negara kepulauan. Perpindahan barang memerlukan pergantian moda transportasi dengan bongkar muat di antara perpindahannya.

Saking mahalnya dan lamanya pengiriman logistik di Indonesia, Agus menyebut jarak pengiriman dari Cikarang-Balikpapan hampir sama dengan Lisbon-Luksemburg. Bahkan disebutnya butuh waktu 10 hari untuk barang sampai ke Balikpapan, sedangkan barang dapat sampai ke Luksemburg hanya dalam waktu 2-3 hari.

ADVERTISEMENT

"Kita ini negara kepulauan, untuk kirim barang dari Cikarang ke Balikpapan itu hampir sama dengan dari Lisbon ke Luksemburg," bebernya.

Mahalnya biaya logistik di Indonesia juga dikarenakan kapal dalam keadaan kosong saat pulang. Untuk itu, pemerintah sedang mendorong manifes domestik diwajibkan. Dengan begitu semua kapal bisa mengangkut barang saat pergi maupun pulang dan biaya bisa menjadi lebih efisien.

"Sistemnya sudah ada sekarang, tapi belum mandatory. Belum semua pengangkut meng-entry barang yang hendak dikirimkan. Kalau semua kapal sudah taat dengan manifes domestik dan mandatory entry, kita tahu potensi barang yang akan diangkut ke timur apa, baliknya juga apa. Ketika data dan informasi itu sudah jadi satu, tentunya akan memudahkan nanti 'oh ke sana saya harus angkut ini, ke sana nanti ada potensi barang yang diangkut balik', tentu akan efisien," ucapnya.

Selain itu, pemerintah juga sedang berupaya menata ekosistem logistik melalui penerapan National Logistics Ecosystem (NLE). Ini merupakan kolaborasi yang melibatkan berbagai pihak berkaitan dengan arus logistik barang, sistem perbankan, sistem transportasi pergudangan dan entitas-entitas lainnya untuk meningkatkan efisiensi logistik nasional dengan memastikan kelancaran pergerakan arus barang.

"Ini menjadi PR kita bersama, tidak mungkin pemerintah sendiri, tentu kolaborasi dengan swasta sesuai kewenangan dan regulasi tentunya. Saya optimis kalau kita semua kolaborasi, datanya sudah kaya, saya yakin kita mampu untuk menurunkan efisiensi itu," ucap Agus.

Pengusaha Kaget Peringkat Logistik RI Turun

Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mengaku terkejut melihat hasil hitungan Bank Dunia soal indeks kinerja logistik (LPI) Indonesia yang turun. Posisi Indonesia turun 17 peringkat dari 46 di 2018 menjadi 63 di 2023.

Kepala Badan Logistik dan Rantai Pasok Kadin Indonesia Akbar Djohan mengatakan hasil itu cukup mengejutkan di saat laporan UNCTAD menyebut performa pelabuhan Indonesia termasuk 20 besar terbaik di dunia.

"Hasil itu memang cukup mengejutkan karena di tengah hasil salah satunya dari UNCTAD membeberkan bahwa pelabuhan kita masuk pelabuhan terbaik, tapi di satu sisi terjadi penurunan rangking," kata Akbar.

Dalam laporan Bank Dunia, indeks kinerja logistik Indonesia pada 2023 anjlok dengan skor 3,0 dan menempati peringkat ke-63 dari 139 negara. Kalah jauh dari Singapura yang menempati posisi pertama dengan skor 4,3, Finlandia (2) 4,2, Denmark (3) dan Jerman (4) dengan skor 4,1, Malaysia (31) 3,6, India (38) 3,4, hingga Filipina (47) dengan skor 3,3.

Setidaknya ada enam indikator yang diukur oleh Bank Dunia terkait LPI di mana dua di antaranya terkait kepabeanan dan infrastruktur masing-masing skornya naik. Sementara terkait pengiriman internasional, kompetensi dan kualitas logistik, kecepatan waktu, serta pelacakan dan penelusuran mengalami penurunan.

Akbar menilai Indonesia yang merupakan negara dengan pengiriman tujuan akhir tidak bisa dibandingkan dengan Singapura yang hanya menjadi transit pengiriman. Seharusnya dalam mengukur LPI tidak hanya soal kecepatan, melainkan juga harus dipertimbangkan aspek negara kepulauan dan standardisasi pelabuhan.

"Dari situ saja kita lihat seharusnya bisa diukur dengan aspek negara kepulauannya, negara kepulauan kita kan 17.500 pulau. Bagaimana standardisasi pelabuhan itu yang harus kita kejar, bagaimana ada dashboard yang bisa menyajikan secara transparan, real time sehingga stakeholder setempat bisa melakukan kebijakan secara cepat dan tepat," ucapnya.

Untuk itu, Akbar berharap agar Bank Dunia bisa meninjau kembali terkait LPI dengan pembanding yang lebih tepat agar bisa menggambarkan situasi konkret. Terkait hal ini ia menyerahkan kepada pemerintah pusat khususnya Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan yang akan mengundang perwakilan Bank Dunia.

"Jadi empat pilar itu harus diukur kembali supaya ada benchmarking yang tepat dan bisa menggambarkan situasi yang konkret. Karena ini sudah membawa situasi nasional, saya pikir kita kembalikan ke pemerintah dalam hal ini Kemenko Marves yang akan mengundang perwakilan Bank Dunia, kita serahkan ke sana," imbuhnya.

Di sisi lain, Akbar mewakili stakeholder logistik mengaku tidak tinggal diam dengan laporan Bank Dunia tersebut. Turunnya peringkat logistik Indonesia dianggap sebagai pemacu untuk memberikan perubahan yang lebih positif.

"Dari stakeholder logistik ini tidak tinggal diam karena ini sebagai pemacu untuk kita bisa secara cepat dan konkret memberikan perubahan yang positif," pungkasnya.

(kil/kil)

Hide Ads