Tim Sri Mulyani Tak Terima RI Dibilang Negara Gagal Sistemik

Terpopuler Sepekan

Tim Sri Mulyani Tak Terima RI Dibilang Negara Gagal Sistemik

Anisa Indraini - detikFinance
Sabtu, 22 Jul 2023 13:45 WIB
people walking on wide pedestrian along general sudirman street senayan , jakarta city Indonesia
Ilustrasi/Foto: Getty Images/JOKO SL
Jakarta -

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tidak terima jika Indonesia dibilang masuk negara gagal. Negara yang dipimpin Presiden Joko Widodo (Jokowi) ini justru baru naik peringkat jadi negara berpendapatan menengah atas atau upper middle income country.

"Indonesia jauh dari gagal sistemik. Ekonomi Indonesia tumbuh stabil di atas 5% pada 6 kuartal berturut-turut," kata Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo dalam Twitter resminya, dikutip Sabtu (22/7/2023).

Pernyataan Prastowo itu menanggapi Director Political Economy & Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan yang menyebut Indonesia masuk negara gagal sistemik karena pembayaran bunga utang lebih besar dari anggaran kesehatan. Hal itu disimpulkan dari pernyataan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) Antonio Guterres yang menyatakan demikian.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Indonesia masuk negara gagal sistemik. APBN 2022 biaya kesehatan Rp 176,7 triliun; bunga pinjaman Rp 386,3 triliun. UN Chief Antonio Guterres mengatakan negara yang membayar bunga pinjaman lebih besar dari anggaran kesehatan atau pendidikan, masuk kategori negara gagal sistemik," cuit Anthony.

Cuitan itu sambil menyertakan potongan video Antonio Guterres yang menyatakan bahwa sekitar 3,3 miliar orang atau hampir separuh umat manusia tinggal di negara yang lebih banyak membelanjakan untuk pembayaran bunga utang daripada pendidikan atau kesehatan. Hal itu dibilang sebagai kegagalan sistemik.

ADVERTISEMENT

Kembali ke Prastowo, ia menyebut jika ditotal anggaran pendidikan dan kesehatan 2022 mencapai Rp 649,3 triliun, masih lebih tinggi dari pembayaran bunga utang Rp 386,3 triliun. Di 2023 bahkan total anggaran keduanya mencapai Rp 791 triliun.

"Indonesia jauh dari gagal sistemik. Ekonomi Indonesia tumbuh stabil di atas 5% pada 6 kuartal berturut-turut," kata Prastowo.

Selain itu, Lembaga pemeringkat Standard and Poor's (S&P) juga mempertahankan Sovereign Credit Rating Indonesia pada BBB dengan outlook stabil pada 4 Juli 2023. Keputusan itu dinilai sebagai cerminan dari kesuksesan Indonesia dalam melakukan konsolidasi fiskal yang cepat dan didukung pertumbuhan pendapatan yang solid.

"Indonesia tidak pernah gagal bayar sepanjang sejarah," tegasnya.

(aid/eds)

Hide Ads