RI Banjir Produk Impor di TikTok Cs, Kemendag Diminta Segera Revisi Aturan

RI Banjir Produk Impor di TikTok Cs, Kemendag Diminta Segera Revisi Aturan

Shafira Cendra Arini - detikFinance
Senin, 24 Jul 2023 11:56 WIB
LIANYUNGANG, CHINA - JUNE 14: Employees sort express parcels at an express company before the 618 online shopping festival on June 14, 2022 in Lianyungang, Jiangsu Province of China. (Photo by Geng Yuhe/VCG via Getty Images)
Ilustrasi/Foto: VCG via Getty Images/VCG
Jakarta -

Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menaruh perhatian terhadap perkembangan social commerce di Tanah Air. Dalam hal ini, seiring dengan perkembangan budaya belanja online, barang impor semakin membanjiri platform-platform belanja online.

Digital Economy Researcher INDEF Nailul Huda mengatakan, impor meningkat seiring terjadinya social commerce boom dan e-commerce boom. Banyak data-data beredar yang menyebutkan hingga 95% produk-produk e-commerce berasal dari impor.

"Mungkin sellernya lokal tapi produk-produknya dari impor, terutama China. Ini yang harus dibahas dalam revisi Permendag No. 50," katanya, dalam Diskusi Publik Project S TikTok, lewat saluran telekonferensi, Senin (24/7/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Nailul mengatakan, berdasarkan Data Badan Pusat Statistik (BPS) 2020, sekitar 74% produk-produk yang dijual oleh para seller e-commerce bukanlah produk milik mereka sendiri melainkan produk yang dijual kembali dari supplier. Kondisi ini memperkuat kemungkinan produk-produk ini sebagiannya bisa jadi produk impor.

Lebih lanjut, ia pun memaparkan data impor barang konsumsi dari 1989 s.d 2021. Impor barang konsumsi ini mengalami peningkatan signifikan pasca e-commerce boom di 2015-2016. Di mana, pada 2017 ke 2018, impor barang konsumsi berangsur melampaui US$ 15 miliar.

ADVERTISEMENT

"Di tahun 2017 meningkat tajam, 2019 turun. Nah di masa pandemi meningkat relatif tinggi. 2021 meningkat sekitar 20% dibandingkan 2020. Artinya, impor barang konsumsi ini meningkat seiring dengan peningkatan permintaan belanja online," terangnya.

Berdasarkan atas hal tersebut, menurutnya kebanyakan dari barang-barang yang dilihat di platform belanja online merupakan barang impor. Namun memang, produk-produk tersebut dijual oleh para seller lokal.

Nailul menilai, kondisi ini mengancam keberlangsungan bisnis UMKM. Contohnya di jajaran produk beauty dan fesyen item yang merupakan jenis produk paling banyak dijual di TikTok Shop. Dalam hal ini, pelaku industri tekstil di Tanah Air cukup melimpah. UMKM yang seharusnya bisa masuk ke TikTok Shop, terdorong oleh produk-produk buatan luar negeri tersebut.

"Tapi yang kalau saya pribadi melihat fashion di TikTok banyak didominasi barang-barang dari luar akhirnya. Di mana beauty ini kan ada beberapa produk lokal tapi yang dijual produk-produk dari Korea, which is barang-barang impor akhirnya kan. Ini yang menurut saya bahayanya di situ," kata Nailul.

Oleh karena itu, pihaknya berharap pemerintah bisa segera merevisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 50 tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.

Harapannya, aturan ini bisa mengurangi potensi ancaman untuk pada UMKM di sektor jual-beli online. Khususnya untuk penjualan di social commerce seperti TikTok dan Instagram yang dalam regulasi lamanya belum diatur sehingga belum ada pengenaan pajak. Sehingga, harga produk yang dijual pun bisa lebih murah. Kondisi ini pun mendatangkan ketidakadilan bagi e-commerce dan toko offline yang

"Peraturan mengenai barang impor di mana harus ada deskripsi barang di setiap jendela barang," ujarnya.

Lihat Video 'Jokowi: Jangan Ada Lagi Oknum Jaksa Main Hukum, Titip Proyek-Barang Impor':

[Gambas:Video 20detik]



(rrd/rir)

Hide Ads