Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menanggapi langkah pemerintah dalam membentuk Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Perlindungan UMKM untuk melindungi UMKM dari Project S TikTok. Langkah ini dinilai percuma untuk dilakukan.
Pandangan ini disampaikan oleh Digital Economy Researcher INDEF Nailul Huda. Huda menilai, urgensi saat ini lebih kepada menyelesaikan revisi dari Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 50 tahun 2020 yang tak kunjung rampung sejak 2022 lalu.
"Satgas-satgas yang ada juga percuma juga. Tidak ada bedanya, tidak ada efektifitas dari satgas tersebut. Ini yang kita dorong sebenarnya bukan satgas, tapi adanya revisi Permendag 50/2020 di mana di Permendag ini secara clear tidak ada pengaturan soal social commerce," katanya, dalam Diskusi Publik Project S TikTok, lewat saluran telekonferensi, Senin (24/7/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Huda mempertanyakan revisi yang tak kunjung rampung itu. Ia menilai, artinya ada waktu di mana pembahasan revisi itu berhenti. Padahal menurutnya, saat ini tidak ada urgensi lain yang dapat menyebabkan penghentian pembahasan aturan baru ini.
"Kalau misalkan ada yang menghambat artinya ada kepentingan yang masuk ke Kemendag. Nah mungkin ini saya lihat ada 'tukar guling' dan lain sebagainya di Kemendag. Saya tidak tahu, yang jelas itu adalah langkah yang terhenti di Kementerian Perdagangan dan itu sangat kita sayangkan," ujarnya.
Sementara itu, Peneliti INDEF Izzuddin Faras menilai, pembentukkan Satgas ini belum menjadi urgensi bagi Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Menurutnya, Kominfo sebaiknya fokus dengan aturan turunan dari Undang-undang (UU) Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi.
"Itu terkait industri ekonomi digital lainnya. Itu sebaiknya segera dipercepat pembahasan dan pengesahannya sehingga salah satunya nanti akan berdampak di social commerce sehingga saya kira tidak perlu buat Satgas khusus (perlindungan UMKM) karena ada yang lebih urgen," katanya.
Selain itu, Project S TikTok sendiri belum ada di Indonesia. Senada dengan Huda, menurutnya saat ini yang lebih diperlukan ialah penyelesaian dari revisi permendag 50/2020. Dalam hal ini, bolanya ada di Kemendag.
"Revisi Permendag ini bukan baru-baru ini saja usulannya. Bahkan sudah beberapa pengamat, pelaku usaha bahkan, yang mengusulkan sejak 2021. Khususnya sejak pandemi, penggunaan social commerce, e-commerce, medsos, meningkat tajam," kata Faras.
"Terlebih dengan isu yang marak belakangan ini soal TikTok, harusnya tidak ada lagi pertanyaan bagi Kemendag untuk revisi Permendag ini. Ini soal urgensi," sambungnya.
Sebagai tambahan informasi, sebelumnya Kementerian Kominfo mengumumkan akan membentuk Satgas Percepatan Perlindungan UMKM. Satgas ini dibentuk salah satunya untuk melindungi Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dari social commerce platform asing, salah satunya Project S Tiktok.
"Pembentukan Satgas ini merupakan amanat dari Presiden untuk memberikan perlindungan terhadap UMKM dari ancaman platform social commerce. Project S TikTok yang merupakan penggabungan sosial media dan platform belanja online dapat mengancam kelangsungan dan pertumbuhan ekonomi UMKM di Indonesia," kata Menkominfo, Budi Arie dalam keterangannya, Minggu (23/7/2023).
Project S merupakan agenda yang dijalankan platform sosial commerce asal China melalui Tiktok Shop untuk memperbesar bisnisnya di berbagai negara, termasuk Indonesia. Melalui Project S, Tiktok diduga akan menggunakan data mengenai produk yang laris di suatu negara untuk kemudian diproduksi di China.
Satgas bentukan Kementerian Kominfo ini akan melibatkan kementerian dan instansi terkait dalam merumuskan kebijakan bersama. Itu sebabnya, Kementerian Kominfo akan melakukan koordinasi dengan Kementerian Perdagangan, Kementerian Koperasi dan UKM, dan lembaga lain.
Simak juga Video 'Menkominfo Bakal Sambangi Kejagung Bahas Kelanjutan Proyek BTS 4G':