Kemendag Respons Pengusaha soal Larangan Barang Impor di Bawah Rp 1,5 Juta Dijual Online

Kemendag Respons Pengusaha soal Larangan Barang Impor di Bawah Rp 1,5 Juta Dijual Online

Aulia Damayanti - detikFinance
Rabu, 02 Agu 2023 15:44 WIB
Ilustrasi Belanja Online
Foto: Dok. Shutterstock
Jakarta -

Pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Logistik E-commerce (APLE), menolak revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 50/2020. Revisi aturan itu untuk melarang penjualan barang impor dengan nilai kurang dari US$ 100 atau setara Rp 1,5 juta per unit di toko online.

Menanggapi hal itu, Kementerian Perdagangan menjelaskan pengaturan mengenai pembatasan penjualan barang impor di e-commerce hanya untuk Pedagang (Merchant) luar negeri yang menjual barang jadi ke Indonesia yang langsung ke konsumen.

"Artinya tidak membatasi produk-produk impor lainnya yang masuk melalui importasi umum," kata Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Isy Karim kepada detikcom, Rabu (2/8/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Contohnya, pemerintah melarang penjualan di bawah Rp 1,5 juta yang langsung ke konsumen seperti di suatu e-commerce ada toko yang penjualannya langsung dari luar negeri. Maka itu termasuk cross border dan tidak boleh. Berbeda jika barang impor itu dibeli oleh pelaku usaha dalam negeri kemudian dijual ke konsumen dalam negeri.

Isy menerangkan upaya adanya aturan platform cross border untuk mendorong ekspor barang. Hal ini menurut Isy yang sudah dilakukan oleh Kemendag bersama dengan Pelaku usaha dalam Perdagangan Melalui Elektronik (PPMSE) cross border.

ADVERTISEMENT

Menanggapi usulan pengusaha soal kenaikan pajak impor, Isy mengatakan akan mempelajari terlebih dahulu usulan tersebut. Karena menurutnya penetapan itu perlu analisis yang berkaitan dengan dampak dari kenaikan tarif pajak tersebut.

"Untuk besaran biaya impor akan kami pelajari terlebih dahulu untuk melihat dampak dari penetapan besaran tarif tersebut," katanya.

Isy memastikan, pihaknya akan melakukan pengawasan terhadap barang yang dijual pada platform. Hal ini dilakuan untuk memastikan kesesuaian pemenuhan standar maupun persyaratan teknis yang berlaku di Indonesia

Sebelumnya, Ketua Asosiasi Pengusaha Logistik E-commerce (APLE), Sonny Harsono, menilai kebijakan baru ini tidak merefleksikan kondisi nyata di lapangan. Sonny mencontohkan, jika pemerintah menghentikan impor barang-barang seperti aksesoris ponsel dan/atau elektronik yang tidak diproduksi di dalam negeri, justru menimbulkan risiko terjadinya kegiatan impor ilegal.

"Sebab secara prinsip ekonomi, jika permintaan masih ada, penawaran pun akan berlangsung. Kondisi ini sebenarnya sudah tergambar pada e-commerce lokal yang menunjukkan sebagian besar barang impor ditawarkan oleh penjual non-importir," katanya dalam keterangannya.

Sonny menerangkan, ada salah satu saran yang lebih baik dilakukan oleh pemerintah agar harga barang impor cross border lebih tinggi, yakni dengan meningkatkan pajak. Seperti besaran komponen biaya impor berupa peningkatan bea masuk dari 7,5% menjadi 10% ditambah PPN 10% dan PPh.

"Dengan demikian, harga barang impor pun tidak terlalu murah, dan barang dalam negeri bisa semakin bersaing," terang dia.

Sebagai informasi, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan alias Zulhas telah mengatakan revisi Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendag) No. 50 tahun 2020 sudah hampir final. Saat ini tahapannya dalam harmonisasi di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) dan antar Kementerian/Lembaga lainnya.

"Nah, Permendang 50 itu justru kita dari awal ambil inisiatif. Tapi kan pembahasannya kan antar kementerian, itu lama. Kalau kita sudah dari awal, sudah. Tapi ini sudah selesai, tinggal diharmonisasi Kemenkumham tanggal satu. Hari ini, nah di Kemenkumham harmonisasi antar kementerian," kata dia kepada awak media di Kementerian Perdagangan, Selasa (1/8/2023).

Simak Video: Jokowi: Jangan Ada Lagi Oknum Jaksa Main Hukum, Titip Proyek-Barang Impor

[Gambas:Video 20detik]



(ada/das)

Hide Ads