Pemerintah Indonesia berencana untuk mengimpor sapi dari Afrika Selatan, Brasil dan India. Namun, dua dari negara tersebut Afrika Selatan dan India diketahui belum bebas dari penyakit menular pada sapi seperti penyakit mulut dan kuku (PMK atau Foot and Mouth Disease/FMD) serta penyakit kulit menular atau Lumpy Skin Disease (LSD).
Sekjen Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia, (PPSKI) Robi Agustiar mengungkap jika Indonesia tetap mengimpor dari tiga negara tersebut, risikonya sangat besar. Di mana penyebaran penyakit tersebut dikhawatirkan semakin meluas.
Saat ini saja di sejumlah daerah di Indonesia belum dinyatakan bebas PMK. Hanya beberapa seperti NTT, Papua, sejumlah wilayah di Kalimantan dan Sulawesi yang masih dinyatakan bebas PMK.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Menurut saya berhak saja pemerintah melakukan improtasi dari negara-negara yang belum bebas PMK. Hanya analisis risiko tadi harus diungkap ke publik, harus melakukan prinsip kehati-hatian. Kehati-hatian ini adalah supaya pencegahan semakin meluasnya PMK yang ada di Indonesia sekarang ini. Apakah kita mau kalau kita memasukan itu sehingga menjadi lebih (penyebaran penyakit meluas)," katanya kepada detikcom, Jumat (4/7/2023).
Jadi, menurutnya pemerintah harus memastikan sapi impor dari ketiga negara itu berasal dari sejumlah wilayah yang dinyatakan bebas penyakit. Robi juga meminta pemerintah terbuka terkait analisis risiko untuk Indonesia jika harus mengimpor dari negara-negara yang belum bebas PMK dan LSD.
"Pemerintah pasti punya kajian analisis risiko yang sudah dilakukan dan ini yang harus dibuka ke publik. Sehingga ketika berpengaruh pada peluasan PMK artinya ada yang salah dari kajian analisis risko tersebut," jelasnya.
Risiko lainnya, jika penyakit LSD dan PMK ini meluas karena adanya impor, pemerintah harus mengeluarkan dana yang besar. Terutama untuk vaksinasi hewan di sejumlah daerah yang bebas penyakit tersebut.
"Ongkos untuk PMK ini kan mahal sehingga APBN perlu ditambah untuk membeli vaksin sebanyak setahun 2 kali, dan ini harus diulang sampai 5-6 tahun ke depan. Artinya pemerintah harus mampu menganggarkan populasi sapi yang sudah terkena PMK, populasi domba, kambing, kerbau," terangnya.
Berdasarkan data di World Organisation for Animal Health/WAHIS, India sendiri tercatat belum bebas LSD. Afrika Selatan tercatat belum bebas PMK sampai 2023 ini. Selain itu, negara itu juga belum bebas penyakit hewan lainnya seperti demam atau flu babi dan penyakit pada unggas.
Untuk Brasil, belum bebas penyakit menular pada babi atau Classical Swine Fever (CSF) yang juga dikenal dengan Kolera Babi (hog cholera) dan penyakit unggas (HPAI).
Dihubungi terpisah, Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Rusli Abdullah mengatakan pemerintah mungkin bisa impor sapi dari Afrika Selatan, Brasil dan India, namun harus dipastikan berasal dari wilayah yang bebas penyakit.
"Kalau memang mendesak suplai daging dan sapi nasional, penyakit LSD FMD ini kan terjadi beberapa case ya. Di mana penyakit ini nggak semua bagian negara India misalnya, tetapi hanya di provinsi-provinsi tertentu saja. Mungkin bisa diambil dari yang memang bebas," jelasnya.
Meski harus mengimpor dari ketiga negara tersebut dibanding Australia, risiko lainnya pemerintah harus menyiapkan cost juga yang lebih besar. Pertama untuk analisi kepastian sapi-sapi negara tersebut sehat, kemudian ada biaya karantina hingga vaksinasi.
"Karantina, jadi risko importir kalau ada penyakit harus dimusnakan. Kalau nggak boleh masuk, ya dimusnahkan. Itu kan impronya dalam hidup atau daging, kalau hidup itu di pastikan harus steril," jelas dia.
Sebelumnya, Kepala Badan Karantina Pertanian (Barantan) Kementerian Pertanian (Kementan) Bambang mengatakan, Indonesia membuka opsi untuk mengimpor sapi hidup dari negara lain selain Australia. Menurutnya, Indonesia tidak ingin terlalu berharap dengan Australia.
Adapun negara yang menjadi opsi bagi Indonesia antara lain India, Brazil, hingga Afrika Selatan. Sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan bertemu Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa dan jajarannya,salah satunya membahas soal impor sapi.
"Ya kita antar negara kan terbuka. Jangan hanya berharap dari Australia saja. Juga kan ada yang dari India, ada Brasil, ada Afrika Selatan (Afsel) yang sedang diupayakan oleh Menkomarves (Luhut), atas koordinasi dengan Badan Karantina," katanya dalam konferensi pers di Kantor Kementerian Pertanian Jakarta Selatan, Selasa (1/8/2023).
Terkait impor sapi dari Afrika Selatan telah diungkap oleh Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan usai melakukan pertemuan dengan Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa dan jajarannya
Dalam agenda itulah nantinya Indonesia akan menekan kesepakatannya terkait impor sapi dan kedelai dengan Afrika Selatan. Rencananya, Indonesia berencana melakukan impor 50.000 ekor sapi dan 300.000 ton kedelai.
"Dalam KTT ini nantinya diharapkan akan terjadi kesepakatan terkait impor sapi dan kedelai yang akan ditandatangani pada saat kunjungan ini. Sebagai langkah awal, kami sedang mengeksplorasi potensi kerjasama impor 50.000 ekor sapi dan 300.000 ton kedelai dari Afrika Selatan," ujar Luhut.
Tonton juga Video: Melihat Tradisi Karapan Sapi Brujul di Probolinggo