Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyoroti ketidakpastian perekonomian global yang kembali meningkat. Di satu sisi kondisi perekonomian China menunjukkan pelemahan, namun Amerika Serikat (AS) justru mengalami perbaikan.
Perry mengatakan pelemahan ekonomi China akibat keyakinan pelaku ekonomi yang melemah, serta utang rumah tangga yang tinggi. Hal itu menurunkan konsumsi dan kinerja properti yang turun dan berdampak pada investasi negaranya.
"Pertumbuhan ekonomi China lebih rendah akibat keyakinan pelaku ekonomi yang melemah serta utang rumah tangga yang tinggi sehingga menurunkan konsumsi dan kinerja properti yang turun yang berdampak pada investasi," kata Perry dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG), Kamis (24/8/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ekonomi Eropa juga melemah karena dampak eskalasi ketegangan geopolitik Rusia dan Ukraina. Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi AS membaik dari perkiraan semula seiring membaiknya konsumsi yang ditopang kenaikan upah dan pemanfaatan tabungan yang tinggi (excess saving).
Sementara itu, tekanan inflasi negara maju disebut masih tinggi karena dipengaruhi perekonomian yang kuat dan pasar tenaga kerja yang ketat, sedangkan inflasi di negara berkembang telah menurun. Berbagai perkembangan itu semakin meningkatkan ketidakpastian pasar keuangan global.
"Tekanan nilai tukar di negara berkembang meningkat sehingga memerlukan penguatan respons kebijakan untuk memitigasi risiko rambatan global tersebut termasuk di Indonesia," ucap Perry.
Terlepas dari itu, Perry menyebut perekonomian Indonesia masih tumbuh kuat karena dukungan dari permintaan domestik. Sampai akhir 2023 ekonomi Indonesia diperkirakan tumbuh di kisaran 4,5-5,3%.
"BI akan terus memperkuat sinergi stimulus fiskal pemerintah dengan stimulus makroprudensial Bank Indonesia untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, khususnya dari sisi permintaan," tambahnya.
Lihat juga Video: Tetap Stabil, Reverse Repo Rate Tetap 5,75%