Kementerian Perdagangan mengatakan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50 Tahun 2020 tentang Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Elektronik (PPMSE), masih dalam proses harmonisasi antar Kementerian/Lembaga (K/L).
Dalam proses itu, pemerintah juga masih menampung masukan dari berbagai pihak salah satunya asosiasi. Masukan itu pun juga akan disampaikan kembali kepada K/L terkait.
"Masih harmonisasi. Harmonisasinya masih belum selesai antar K/L. Kita masih banyak masukan dari asosiasi, tentunya kita tampung dulu baru kita komunikasikan lagi dengan K/L terkait," kata Suhanto, ditemui di Kementerian Perdagangan, Jumat (25/8/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Suhanto juga memastikan revisi aturan tersebut tidak akan menimbulkan adanya impor ilegal. Hal ini berkaitan dengan penolakan pengusaha logistik e-commerce yang menolak adanya kebijakan batasan harga barang impor US$ 100.
"Enggak lah, itu kan cara orang mandang beda-beda. Kadang-kadang kan pelaku usahanya dari kepentingannya. Kepentingan antara yang kecil dan besar kan beda-beda," lanjutnya.
Sebagai informasi, Asosiasi Pengusaha Logistik E-Commerce (APLE) menolak adanya kebijakan larangan impor di bawah US$ 100 sebagai bagian dari revisi Permendag No 50 Tahun 2020.
Ketua Asosiasi Pengusaha Logistik E-Commerce (APLE) Sonny Harsono mengatakan alih-alih melindungi UMKM, kebijakan larangan impor di bawah US$ 100 justru akan memberikan multiplier effect (efek berganda).
Di samping tak memiliki yurisprudensi di dunia internasional, kebijakan tersebut rentan lebih membuka ruang importasi ilegal yang negara pengirim maupun kualitas produk tak tervalidasi.
Menurutnya kebijakan itu akan membahayakan UMKM. Masalah yang timbul juga diyakini jauh lebih besar, termasuk importasi ilegal yang membuat kerugian negara, serta peningkatan perilaku koruptif. Pengusaha mengatakan berencana menggugat melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
"Dan yang paling penting adalah UMKM-nya sendiri malah dirugikan. Kita sudah bersurat, menyampaikan keberatan kita. Kita akan eskalasi, tapi kalau semua cara mentok, kita akan ambil langkah hukum, kita akan gugat kebijakan ini ke PTUN," kata dia dalam keterangan tertulis.
"Ini kan sebenarnya menciderai nama Indonesia juga. Karena pasti akan digugat juga oleh WTO. Jadi pemerintah Indonesia di dalam negeri digugat, di luar negeri juga akan digugat oleh pihak lain," ujarnya lagi.
Sebelumnya lagi, Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan alias Zulhas menargetkan revisi Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendag) No. 50 tahun 2020 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) bisa selesai September 2023.
Saat ini tahapannya dalam harmonisasi di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) dan Kementerian/Lembaga lainnya.
"Ya mudah-mudahan lebih cepat lebih bagus buat kami. Kalau bisa bulan ini kelar (hamonisasi) biar September depan jadi. Kan harus diatur kalau nggak nanti gimana, harus diatur kan, ditata biar tidak merugikan UMKM kita," kata dia ditemui di Kementerian Perdagangan, Jumat (4/8/2023).
(ada/rrd)