Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah menilai ajakan BI kepada bank sentral di ASEAN soal penggunaan mata uang lokal atau local currency settlement (LCS) untuk transaksi antar kawasan merupakan terobosan yang baik. Hal ini bertujuan untuk menjaga stabilitas mata uang masing-masing negara ASEAN, sekaligus mendukung efektivitas perdagangan.
Said menyampaikan Banggar DPR RI sejatinya sudah lama mendorong BI untuk menggunakan berbagai skema pembayaran mata uang.
"Karena mitra dagang kita terbesar kita ASEAN maka sangat masuk akal jika BI menggunakan banyak mekanisme pembayaran. Bagi kami, dalam kawasan ASEAN, ada baiknya BI tidak hanya menggunakan pembayaran bukan USD, tetapi juga memikirkan pembayaran regional di kawasan ASEAN untuk negara negara anggota ASEAN. Perlu dikaji mendalam oleh BI jika kita menggunakan mata uang bersama seperti Euro seperti negara negara anggota Uni Eropa," jelas Said dalam keterangan tertulis, Senin (28/8/2023).
Said menuturkan nilai rupiah kerap terkoreksi saat menggunakan transaksi menggunakan dolar AS. Selama setahun terakhir, Said menjabarkan rupiah terkoreksi hingga minus 9,3%.
"Dan dalam sejarah panjang kita menggunakan USD dalam pembayaran internasional, rupiah cenderung konsisten terdepresiasi. Tentu ini merugikan secara ekonomi dan keuangan," cetus Said.
"Padahal dalam beberapa tahun ini neraca perdagangan kita dengan Amerika Serikat selalu surplus, harus USD menguat terhadap rupiah. Namun hal itu tidak terjadi lantaran banyak faktor lainnya yang dominan, seperti kebijakan moneter federal reserve yang terus mempertahankan kebijakan hawkish, yang menyeret sejumlah mata uang global tertekan terhadap USD," tutur Said.
Menurut dia, sebelum ada perubahan sistem moneter global, pilihan paling logis menghindarkan rupiah terus terdepresiasi adalah menggunakan local currency settlement dengan banyak mata uang. Dolar AS, ujar Said, mestinya digunakan saat melakukan perdagangan dengan Amerika Serikat.
(akn/ega)