Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan (Zulhas) merespons soal banyak protes dari pelaku usaha terkait revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50 Tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, Dan Pengawasan Pelaku Usaha Dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.
Adapun salah satu aturan yang akan ditambahkan di dalam revisi tersebut salah satunya larangan barang impor dijual di bawah US$ 100 atau setara Rp 1,5 juta. Larangan ini berlaku untuk penjualan cross border atau penjualan luar negeri langsung ke konsumen dalam negeri.
Zulhas mempersilahkan jika ada pelaku usaha yang mau menggugat revisi tersebut. "Ya nggak apa-apa (digugat), silakan saja," kata Zulhas ditemui di Gudang e-commerce Kalideres, Jakarta Barat, Rabu (30/8/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Permendag 50/2020 itu saat ini masih dalam proses harmonisasi. Dalam proses itu pemerintah masih menampung masukan dari berbagai pihak salah satunya pengusaha atau e-commerce.
"Permendag 50/2020 sudah kita harmonisasi, tapi terakhir ini juga banyak masukan-masukan jadi terus disempurnakan, agar jangan sampai Permendag sudah jadi, terus baru 2 minggu dirubah lagi," ucapnya.
Zulhas juga merespon mengapa aturan tersebut belum juga selesai diharmonisasi.
"Ini kan bukan soal lama dan cepat, ini kan soal yang bagus ya, dan akan melibatkan seluruh Kementerian terkait," pungkasnya.
Sebelumnya, Asosiasi engusaha Logistik E-Commerce (APLE) mengancam akan menggugat pemerintah ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) bila tetap memberlakukan larangan impor di bawah USD 100 sebagai bagian dari revisi Permendag No 50 Tahun 2020.
Ketua Asosiasi Pengusaha Logistik E-Commerce (APLE) Sonny Harsono mengatakan alih-alih melindungi UMKM, kebijakan larangan impor di bawah US$ 100 justru akan memberikan multiplier effect (efek berganda).
Sonny mengatakan ucapan kebijakan larangan impor US$ 100 yang diusulkan oleh Kementerian Koperasi dan UMKM sebagai bagian revisi Permendag 50/2020 itu justru mendapat applause dari berbagai pejabat karena mengusung tagline melindungi UMKM.
Menurutnya aturan itu justru akan sebaliknya dan malah membahayakan UMKM. Ekses masalah yang timbul juga diyakini jauh lebih besar, termasuk importasi ilegal yang membuat kerugian negara, serta peningkatan perilaku koruptif.
"Dan yang paling penting adalah UMKM-nya sendiri malah dirugikan. Kita sudah bersurat, menyampaikan keberatan kita. Kita akan eskalasi, tapi kalau semua cara mentok, kita akan ambil langkah hukum, kita akan gugat kebijakan ini ke PTUN. Ini kan sebenarnya menciderai nama Indonesia juga. Karena pasti akan digugat juga oleh WTO. Jadi pemerintah Indonesia di dalam negeri digugat, di luar negeri juga akan digugat oleh pihak lain," kata Sonny.
(ada/rrd)