Salah satu laporan penelitian Inggris mengungkap dunia membutuhkan dana sangat besar untuk mencapai nol emisi karbon. Jumlah dananya tidak main-main, jika dirupiahkan mencapai puluhan ribu triliun per tahunnya.
Laporan Wood Mackenzie mengungkap setidaknya dunia membutuhkan US$ 2,7 triliun per tahun atau setara Rp 41.580 triliun (kurs Rp 15.400) untuk mencapai target nol emisi karbon di 2050.
"Investasi global sebesar US $2,7 triliun per tahun diperlukan untuk mencapai emisi nol bersih pada tahun 2050 dan menghindari kenaikan suhu di atas 1,5 derajat Celcius pada abad ini," menurut laporan konsultan penelitian Wood Mackenzie, dikutip dari Reuters, Jumat (15/9/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nol bersih mengacu pada pengurangan emisi hingga mendekati nol dengan sisa emisi diserap kembali dari atmosfer, misalnya oleh lautan dan hutan.
Para ilmuwan dalam laporan tersebut mengatakan dunia idealnya perlu membatasi kenaikan suhu rata-rata global hingga 1,5C pada abad ini untuk menghindari dampak bencana perubahan iklim.
"Mencapai suhu 1,5 derajat Celcius akan menjadi tantangan yang sangat besar, namun hal ini mungkin terjadi dan sangat bergantung pada tindakan yang diambil pada dekade ini," kata Ketua dan Kepala Analis di Wood Mackenzie Simon Flowers.
Banyak negara telah berkomitmen untuk mengurangi emisi hingga nol pada pertengahan abad ini untuk membantu mencapai cita-cita dunia nol emisi karbon 2050.
Namun, sebagian besar negara diprediksi masih belum mampu memenuhi target emisi pada tahun 2030, apalagi pada tahun 2050. Hal ini dikhawatirkan karena dana yang dibutuhkan sangat besar.
Kemudian, Wakil Presiden Wood Mackenzie, menerangkan energi terbarukan seperti tenaga angin dan surya perlu menjadi sumber pasokan listrik utama dunia untuk mendukung elektrifikasi transportasi dan produksi hidrogen ramah lingkungan, kata laporan itu.
"Minyak dan gas masih mempunyai peran sebagai bagian dari transisi yang terkelola. Akan ada penipisan alami seiring berkembangnya opsi rendah dan nol karbon, namun pasokan masih perlu diisi kembali saat kita bergerak menuju net zero," jelasnya.
(ada/kil)