Harga beras terus merangkak naik. Dampak kenaikannya tidak hanya dirasakan oleh pedagang beras, tapi juga dialami pelaku usaha kuliner.
Salah satu penjual nasi uduk, Khadijah mengaku kenaikan harga beras membuat daya beli konsumen menurun. Ia mengeluhkan harga beras dan juga sayuran yang serba mahal.
"Sudah pasti (kena dampak), kita juga dagang sekarang sepi. Pembeli sepi, semuanya serba mahal sekarang, beras apalagi. Gimana mau naikin (harga) juga kasian," ujarnya saat ditemui detikcom, Jumat (15/9/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, Khadijah juga mengatakan keuntungan penjualannya juga berkurang. Kenaikan harga beras tersebut membuatnya dilema. Dia tidak mungkin menaikkan harga jual nasi uduknya karena akan berdampak pada daya beli konsumen.
Hal serupa juga dirasakan oleh penjual nasi uduk lainnya, Ida. Dia mengaku keuntungan yang didapatkan menurun dan hanya cukup untuk makan sehari-hari. Meski begitu, dia tidak ingin menaikkan harga karena diprotes pembeli.
"Enggak pada mau dinaikin. Kadang ada yang udah tahu harga mahal, ya mau. Kalau yang nggak ngerti harga, ya bilang udah sedikit aja yang penting (harga) disamain kayak yang kemarin (harga)," ujarnya.
Untuk itu, ia berharap pemerintah segera menstabilkan harga beras seperti sebelumnya. Jika harga beras kembali seperti semula, pendapatannya pun naik dan bisa kembali berbelanja.
Sebagai informasi, pantauan harga beras di sejumlah pasar tradisional terpantau naik. Di Pasar Serdang Kemayoran, Jakarta Pusat harga beras pulen naik dari Rp 9.000 per liter menjadi Rp 10.500 per liter untuk kualitas bawah dan Rp 11.000 per liter untuk kualitas medium.
Sementara itu, untuk beras pera' mengalami kenaikan rata-rata Rp 2.000 sampai Rp 3.000, menjadi Rp 12.500 per liter. Beras pandan wangi dari Rp 12.000 naik menjadi Rp 14.000 per liter.
(kil/kil)