Kepala Badan Pangan Nasional, Arief Prasetyo Adi mengungkap ada sejumlah faktor yang menyebabkan harga beras terus naik. Salah satunya adalah tren produksi akhir tahun lebih sedikit dibanding awal tahun.
Rata-rata konsumsi beras masyarakat setiap bulannya 2,5 juta ton. Nah sementara di akhir tahun rata-rata produksi di bawah 2,5 juta ton.
"Jadi produksi lebih rendah dari konsumsi. Pemerintah itu sudah melihat itu bahwa di semester 1 pastinya lebih tinggi (produksi) daripada semester 2, sehingga kalau di semester 2 itu pasti akan kejadian seperti ini (kenaikan harga dan defisit beras)," ujar dia kepada detikcom.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam data yang ditunjukkan, produksi beras pada periode Januari hingga April 2023 sebanyak 12,91 juta ton sementara konsumsinya 10,15 juta ton, maka terjadi surplus beras 2,76 juta ton. Pada periode itu rata-rata konsumsinya 2,5 juta ton per bulan.
Kemudian pada periode Mei hingga Agustus 2023, produksi tercatat masih lebih tinggi sedikit dari konsumsi tetapi sudah mengalami penurunan yakni 10,36 juta ton. Sementara konsumsi sebanyak 10,19 juta ton. Masih ada surplus 170 ribu ton.
Pemerintah memprediksi jumlah konsumsi masih akan mengungguli produksi yang semakin rendah. Pada bulan September diprediksi konsumsi 2,55 juta ton sementara produksi 2,34 juta ton, Oktober konsumsi 2,5 juta ton dan produksi 2,2 juta ton dan November konsumsi 2,56 juta ton sementara produksi 1,6 juta ton.
"Makanya rebutan gabah, karena ini. Kalau gabah harganya tinggi berarti berasnya ini... karena produksinya sama konsumsinya kalah. Nah ini pattern-nya begitu, grafiknya begitu, trennya seperti ini," jelas dia.
Untuk itu sejak awal tahun pemerintah telah menugaskan impor 2 juta ton kepada Perum Bulog. Hal itu untuk memenuhi Cadangan Pangan Pemerintah (CPP) atau Cadangan Beras Pemerintah (CBP).
"Tetapi memang pattern setiap akhir tahun, produksi pasti di bawah. Kalau produksi rendah, harga akan naik. Nggak mungkin kalau produksi banyak harga tinggi, kalau produksi banyak pasti harga turun," lanjutnya.
Arief mengatakan, impor itu dilakukan untuk memenuhi CBP. Karena telah diprediksi pada akhir tahun produksi lebih rendah sehingga sulit untuk melakukan penyerapan gabah petani. Karena Bulog telah memiliki stok CBP, maka tugasnya mengguyur beras impor itu untuk menekan harga beras yang tinggi saat ini.
"Trennya sebenarnya di sini kita nggak bisa serapan kalau Bulog di Oktober November Desember itu nggak bicara serapan, serapan itu di awal tahun seperti biasa," pungkasnya.
Sebagai informasi, data Badan Pangan Nasional mencatat harga beras premium naik sekitar 11,54% dari minggu pertama Agustus hingga minggu ketiga September 2023. Sementara, harga beras medium naik sekitar 5,92%.
Harga beras premium rata-rata nasional pada 6 Agustus 2023 sebesar Rp 13.610 per kg. Kemudian, harga beras premium terus naik dan pada 17 September 2023 mencapai Rp 15.180 per kg.
Hal senada juga terjadi pada beras medium. Dengan rentang waktu yang sama, harga beras medium semula Rp 11.990 kemudian naik menjadi Rp 12.700 per kg.
Tonton juga Video: Mau Impor Beras Susah, Jokowi Beri Pesan Ini ke Kepala Daerah