Revisi Permendag Nomor 50 tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik telah rampung. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengatakan aturan ini akan dirilis besok.
Salah satu poin utama dalam revisi beleid tersebut adalah pembatasan barang impor yang dilakukan di pasar e-commerce. Misalnya saja pembatasan barang impor yang hanya boleh dilakukan pada barang dengan harga minimal US$ 100 atau setara Rp 1,5 juta jika dikalikan kurs Rp 15.000/US$ . Hal ini dilakukan untuk menjaga pasar dalam negeri dari serbuan produk impor murah.
"Kalau impor, satu transaksi itu US$ 100 minimal," ungkap pria yang akrab disapa Zulhas usai melakukan rapat terbatas di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (25/9/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pihaknya juga akan mengatur pembatasan impor dengan memberikan daftar positive list untuk produk impor. Hanya produk yang ada di dalam daftar itu saja yang boleh diimpor ke Indonesia.
Kemudian, pihaknya juga akan mengatur soal persamaan perilaku untuk produk impor dengan produk lokal. Misalnya saja pemenuhan sertifikasi ataupun standardisasi sesuai dengan aturan yang berlaku di Indonesia.
"Misalnya, makanan harus ada sertifikat halal, kalau produk beauty harus ada sertifikat BPOM-nya, kalau elektronik harus ada standarnya. Perlakuan sama dengan produk dalam negeri," tegas Zulhas.
Zulhas juga mengatakan akan aturan baru dalam revisi Permendag 50 yang mewajibkan penyedia layanan e-commerce tidak menjadi produsen barang-barang yang dijual di platform-nya.
Melarang Social Commerce
Dalam revisi aturan itu, pemerintah juga akan melarang praktik social commerce. Praktik ini membuat transaksi perdagangan bisa dilakukan di platform media sosial.
Zulhas menegasikan media sosial hanya diperbolehkan untuk mempromosikan produk, bukan melakukan transaksi perdagangan produk.
"Jadi media sosial itu hanya boleh memfasilitasi promosi barang dan jasa, tidak boleh transaksi langsung dan bayar langsung. Nggak boleh lagi. Dia hanya boleh promosi. Dia semacam platform digital, tugasnya hanya promosikan," kata Zulhas.
Zulhas juga mengatakan layanan media sosial tidak boleh digabungkan dengan fasilitas perdagangan macam e-commerce. Hal itu dilarang juga demi melakukan pencegahan penggunaan data pribadi.
"Kedua, tidak ada sosial media maka dia ini harus dipisah, tidak semua algoritma dikuasai, ini mencegah penggunaan data pribadi untuk kepentingan bisnis," tegas Zulhas.
(hal/das)