Persaingan di Toko Online Bisa Rusak Harga Pasar, Kok Bisa?

Persaingan di Toko Online Bisa Rusak Harga Pasar, Kok Bisa?

Ignacio Geordi Oswaldo - detikFinance
Rabu, 04 Okt 2023 13:17 WIB
Nasib Pedangang Konvensional
Foto: Rifkianto Nugroho
Jakarta -

Persaingan yang tidak sehat di toko-toko online menjadi salah satu penyebab jatuhnya pesona sejumlah pasar besar seperti Tanah Abang hingga Pasar Cipadu Tangerang. Peneliti Center of Digital Economy INDEF Izzudin Al Farras Adha menerangkan kehadiran toko online membuat adanya peralihan model bisnis.

Saat ini para produsen bisa secara langsung menjual produk-produknya ke masyarakat tanpa perantara para pedagang di pasar. Kondisi ini membuat harga produk yang dijual ke masyarakat jadi lebih murah daripada harga di pasar. Terlebih mengingat bagaimana pedagang pasar perlu menaikkan harga produk yang dijualnya karena berbagai faktor seperti biaya sewa toko.

"e-commerce apalagi sekarang live commerce itu yang (seperti) live Shopee itu bisa dari produsen langsung bertransaksi dengan konsumen. Jadi tidak perlu lagi produsen itu menjual barang ke pasar, kemudian pedagang pasar jual ke konsumen. Karena satu rantai itu bisa diputus dari produsen langsung ke konsumen. Jadi memang ada peralihan model bisnis," kata Izzudin kepada detikcom, Rabu (10/4/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Di luar itu, Izzudin juga menjelaskan produk impor dan mekanisme 'bakar uang' di platform-platform toko online menjadi penyebab lain murahnya produk yang dijual hingga membuat harga pasar jatuh.

"Pertama karena memang impor dari luar negeri itu relatif murah. Relatif murahnya, ini karena misalnya yang salah satunya dari China ya impornya, kalau dari China memang harganya relatif murah karena biaya produksi di sana sangat bisa ditekan," ungkapnya.

ADVERTISEMENT

"Di sisi lain yang kedua, melalui mekanisme 'bakar uang' di platform (toko online itu). Jadi kan platform ini banyak investor dengan uang dalam jumlah yang sangat besar, kemudian uang investor ini yang kemudian digunakan untuk memberikan diskon pada platform e-commerce atau social-commerce sehingga bisa membuat barang yang dijual di platform tersebut menjadi lebih murah ketimbang yang ada di pasar tradisional," jela Izzudin lagi.

Pada akhirnya Izzudin merasa faktor-faktor inilah yang membuat harga produk di toko online bisa sangat murah di luar jangkauan pasar hingga membuat para pedagang offline kalah saing.

Hal serupa juga disampaikan oleh Direktur Center of Law and Economic Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira. Menurutnya barang impor yang berlebih serta mekanisme 'bakar uang' atau yang disebutnya sebagai Predatory pricing menjadi alasan utama bagaimana toko online merusak harga pasar.

Untuk itu ia merasa perlu adanya pembatasan impor dan predatory pricing guna menekan peredaran produk 'murah' yang merusak harga pasar ini, baik di platform social-commerce seperti TikTok Shop ataupun platform e-commerce lainnya.

"Memang harus ada pembatasan barang-barang impor di semua platform e-commerce, mau pakai social-commerce kaya TikTok Shop gitu atau e-commerce lainnya, pembatasan impor. Predatory pricing nggak boleh, jadi nggak boleh banting harga 90% misalnya yang ngerusak harga pasar," kata Bhima.

Menurut Bhima, pembatasan ini baru dapat terjadi bila dilakukan oleh semua pihak secara paralel. Baik dari pemerintah, penyedia platform e-commerce, hingga para pedagang online maupun offline. "Pembatasannya lebih ke predatory pricing sama batasi barang impor sih, dua itu aja yang lainnya boleh. Ya itu semua harus dilakukan paralel," tegas Bhima.

Simak juga Video 'Mengulik Aturan Baru Dagang di Toko Online':

[Gambas:Video 20detik]



(fdl/fdl)

Hide Ads