Nasib Pedagang Pasar Buku Kwitang, Susah Dapat Lapak Sejak 2005

Nasib Pedagang Pasar Buku Kwitang, Susah Dapat Lapak Sejak 2005

Ignacio Geordi Oswaldo - detikFinance
Senin, 09 Okt 2023 15:48 WIB
Toko Buku Kwitang
Foto: Ignacio Geordy Oswaldo
Jakarta -

Masa kejayaan Pasar Buku Kwitang, Jakarta Pusat, sudah meredup digerus zaman. Kawasan yang dulu tersohor sebagai pusat buku murah ini mulai ditinggal pengunjung hingga penjual akibat penertiban pemerintah setempat.

Salah seorang penjual buku di Kwitang, Subhil (53), mengaku kawasan ini sangat ramai pengunjung pada tahun 1990-an hingga awal 2000an. Ia yang sudah berjualan sejak 1991 di Kwitang menjelaskan kawasan ini dulunya sangat ramai karena banyak pedagang buku kaki lima dan orang naik-turun kendaraan umum menuju atau dari Tanah Abang.

"Masa-masa itu Alhamdullilah ramai. Karena didukung beberapa hal, yang pertama online belum ada. Terus (penjual buku) kali lima-nya masih ada walaupun kucing-kucingan, dan lagi di sini kan dulunya era PPD dan metromini kan penumpang turun-naiknya kalau mau ke Tanah Abang di sini,ungkap Subhil saat ditemui detikcom, Senin (9/10/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Tikungan ini lah, sekitar sini pangkalan bemo, bajaj, (Kwitang) jadi tempat orang berkumpul. Pagi dan sore, pekerja yang ke arah Wali Kota-Tanah Abang iseng-iseng lihat buku. Saya rasa hal hal-hal yang seperti itu mendukung ramainya (pengunjung) saat itu," tambahnya.

Sayangnya kondisi ini berubah 180 derajat usai Pemda Jakarta Pusat melakukan penertiban di kawasan tersebut mulai tahun 2005. Sejak saat itu para pedagang di kawasan ini mulai kesulitan mencari lahan berjualan hingga harus terpencar ke sejumlah daerah.

ADVERTISEMENT

"Ada beberapa tahap, penggusuran pertama itu 2005, yang agak ketat lah ya. Bertahap 2009, 2011 sudah pada habis (pedagang buku kaki lima). Sebagian mencar ke atas (Pasar Senen) sebelum kebakaran kan, sebagian ke Thamrin City, terus ke Blok M Square, yang lebih banyak pindah ke Blok M Square," tuturnya.

Sementara itu, pedagang yang masih bertahan di kawasan ini terpaksa menyewa lapak-lapak yang ada di dalam toko, seperti Subhil yang saat ini masih berjualan di Toko Buku Restu. Hal ini tentu membuat para pedagang yang menjajakan buku semakin berkurang dan membuat pasar semakin sepi pengunjung.

"Bayangin aja di sini kan ada enam (penjual di Toko Buku Restu), kalau dulu kan sampai ratusan (di sepanjang jalan Kramat Raya Kwitang). Kita yang tadinya di depan-depan itu ada di sini enam pedagang ngontrak rame-rame," jelas Subhil.

Hal serupa juga disampaikan oleh pedagang buku lain bernama Bonar (53). Ia mengatakan kawasan ini dulu sangat ramai, bahkan pada momen-momen tertentu Pasar Buku Kwitang akan dipenuhi pengunjung hingga tidak tertampung.

"(Pasar Buku Kwitang) sudah ramai sejak tahun 1990-an. Bahkan kadang itu kalau sudah tahun ajaran (baru) sudah ngak tertampung itu (pengunjung), sempit jadi jalan waktu zaman-zaman kaki lima," kata Bonar.

Menurut ingatannya, proses penertiban mulai dilakukan sejak 2007 silam dan membuat para pedagang kehilangan lapak jualannya. Sejak saat itulah pusat buku murah ini kehilangan pesonanya hingga membuat para pengunjung berhenti menyambangi kawasan ini.

"Cuma sejak penggusuran, nggak boleh jualan kaki lima dan ditertibkan oleh Walikotanya, nah di situlah mulai porak-poranda, (penjualan) buku hancur. Yang mestinya dulu orang tahu Kwitang satu tempat cari buku sekarang susah berpecah, ada yang ke Blok M, ada yang di Kenari, ada yang di Kwitang masih bertahan," tutur Bonar.

"Berpencar-pencar tuh pembeli pun berkurang lah. Karena kan yang dulu pembeli tahu penuh dengan gerobak-gerobak kaki lima, buku apa saja yang mereka butuhkan baru ataupun bekas ada, jadi sekarang nggak ada," jelasnya lagi.

(fdl/fdl)

Hide Ads