Rutinitas Michael di hari kerja tak banyak berubah dalam setahun terakhir. Sehari-hari, ia bekerja di butik Rinjani Batik yang berlokasi di Thamrin City, Jakarta. Namun, profesinya ini cukup unik. Ia tak menjajakan produknya kepada pembeli secara langsung, melainkan lewat siaran langsung (live) di sebuah platform online.
"Halo semuanya! Ini aku mau spill-spill koleksi terbaru Rinjani Batik," ucap Michael dalam sesi siarannya.
Michael adalah tim digital marketing di tempatnya bekerja. Lingkup tugas Michael antara lain memasarkan produk lewat social commerce. Hal ini mencakup membuat konten pengenalan produk serta live selling, istilah yang disematkan bagi mereka yang melakukan live di media sosial untuk menjajakan dagangan. Menurut Michael, teknik ini solutif menggaet pembeli dari berbagai wilayah secara cepat dan bersamaan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Mungkin, karena kan ini udah 2023 ya. Semua orang kan udah fokusnya online shopping kan. Live streaming apa lagi ya kan. Terus juga bisa masukin produk kita di dalam platform-nya. Bisa masarin, bisa iklanin juga di satu platform itu. (Pembeli) cuma sekadar rebahan di rumah. Tidur-tiduran, ya kan. Terus udah bisa langsung check out, barang sampai," jelas Michael di program Sudut Pandang detikcom.
Media jual yang dilakukan Michael, belakangan disebut-sebut sebagai social commerce. Menurut ketua Asosiasi E-commerce Indonesia, Bima Laga, social commerce merupakan bentuk adaptasi dari kebutuhan konsumen. Bima memaparkan, fitur-fitur di social commerce seperti live selling menjadi solusi untuk pengalaman berbelanja elektronik yang lebih efisien.
"Saya melihat memang live selling ini atau kita biasa bilang social commerce ya, memang salah satu fenomena yang ada di Indonesia. Jadinya cara baru ini memang timbul dari apa yang ingin problem solving. Contohnya kayak baju ya. Kadang orang ingin lihat ya Mbak, kalau dicoba sama saya, dicoba sama Mbak ini atau dicoba sama Mbak yang sana, itu look-nya bagaimana sih? Nah live selling ini adalah terjadi dari hal simpel seperti itu sebenarnya. Dan akhirnya dan ternyata pertumbuhannya bagus dan growing," terangnya.
Bagi Bima, hal ini selaras dengan pertumbuhan ekonomi digital Indonesia yang terus meningkat secara signifikan. Ia juga menyebutkan, pandemi COVID-19 2020 ibarat titik balik di mana akselerasi digital di Indonesia melesat cepat. Lebih lanjut Bima menuturkan, adanya akselerasi digital, dan dalam hal ini adalah munculnya social commerce, menjadi peluang bagi banyak pelaku usaha untuk menambah aliran pendapatan.
Namun, kemudahan yang didapat dari social commerce juga memunculkan kekhawatiran baru. Menteri Koperasi dan UKM Indonesia, Teten Masduki, menyatakan bahwa dalam tren Live Selling di social commerce yang sedang populer, muncul praktik penetapan predatory pricing yang dikhawatirkan akan merugikan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Indonesia. Diperkirakan, praktik transaksi digital hulu ke hilir dalam social commerce menjadi pintu masuk baru untuk produk impor dengan harga yang sulit dikejar oleh pedagang lokal.
Menindaklanjuti hal tersebut, per 4 Oktober 2023, pemerintah telah menutup akses untuk segala platform social commerce. Hal ini disampaikan melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) 31/2023. Revisi dari Permendag 50/2020 ini menyoroti tiga isu utama, yaitu soal predatory pricing, algoritma konten, serta persoalan dominasi produk impor.
Ini berarti, Michael di Thamrin City dan banyak pelaku usaha lainnya sudah tidak bisa lagi melakukan live selling di platform digital. Sebab, sejak dikeluarkannya Permendag 31/2023, platform digital yang biasa ia pakai sudah kembali menjadi media sosial tanpa fitur yang mendukung kegiatan jual-beli. Jika pelaku usaha dan konsumen ingin melakukan transaksi digital, hal ini hanya bisa dilakukan lewat e-commerce.
Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan menekankan, pemerintah tidak melarang kegiatan jual-beli online. Kepada tim Detikcom, Zulkifli menyebut, rilisnya Permendag 31 tahun 2023 ini hanya mengatur ekosistem digital agar sehat dan berkelanjutan.
"Kita tidak anti, kita tidak melarang, yang ada kita mengatur. Jangan sampai ada platform digital, terus kita lain-lain bangkrut, ini tutup UMKM kita misalnya gulung tikar, industri kita tutup, barang impor nyerbu, jangan dong. Kita kalau mau ada ini, bantu dia untung, pertumbuhan ekonomi kita juga naik gitu UMKM-nya tambah pesatnya, industrinya tambah berkembang," tutur Zulkifli.
Sayang, belum ada informasi terbaru terkait pilihan lain bagi pelaku industri yang terlanjur tergantung dengan kemudahan bertransaksi. Satuan tugas dari Kementerian Komunikasi dan Informatika juga dikerahkan untuk menindaklanjuti peraturan terbaru ini. Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi menuturkan, bagi platform atau konten digital yang tidak sesuai dengan regulasi akan terkena sanksi administratif, hingga penutupan akses.
"Ya macam-macam. Ada denda, ada take down, ada pemberitahuan, peringatan, dan sebagainya. Tergantung levelnya. Kalau masih bisa diajak ngomong, kita omongin. Jadi, Kominfo juga terus melakukan fasilitasi dan monitoring dengan melakukan pemutusan akses terkait konten produk yang diperdagangkan dengan aturan khusus. Jadi sejak 21 Agustus sampai 12 Oktober 2023, Kementerian Kominfo telah memutus akses atau take down 1385 konten perdagangan dengan aturan khusus. Baik produknya, harganya, harus fair," jelas Budi.
(nel/vys)