Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia menyayangkan banyaknya pemberitaan kurang menyenangkan tentang Rempang, Batam yang akan dijadikan kawasan Eco-City. Pasalnya hal itu dapat berpengaruh terhadap minat investor untuk masuk dalam pengembangan kawasan baru tersebut.
Bahlil menilai ada pihak yang tidak ingin jika investasi besar masuk ke Rempang. Padahal rencana Rempang Eco-City dibuat untuk menyaingi Singapura.
"Yang diberitakan itu terlalu lebay, saya jujur aja mengatakan itu. Bahkan ada beberapa desain-desain, foto-foto yang seolah-olah itu di Rempang, kemudian menjadi pemberitaan, opo ini. Ini memang desain besar yang pengin agar investasi besar itu tidak masuk di Rempang. Batam ini kan dibuat dalam rangka menyaingi Singapura, kan itu," kata Bahlil di kantornya, Jakarta Selatan, Jumat (20/10/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia pun menceritakan riwayat investasi yang tak kunjung jadi di Rempang. Awalnya investasi besar pernah ingin masuk pada 2004 dan 2010, namun gagal karena adanya penolakan atau demo. Kejadian serupa terjadi pada September 2023 ini karena ribut-ribut soal pembebasan lahan.
"Apakah ada investasi besar yang masuk di Batam yang bisa bertahan? Nggak ada. 2004 ada investasi gede, masuk. Uang dari negara lain masuk, demo. Artinya, investasi itu tidak jadi di Indonesia, lari ke negara lain. 2010 juga, ini 2023 begitu juga," bebernya.
"Jadi kita ini sebenarnya sedang bermain api untuk negara kita atau kita mau dipakai oleh negara lain? Ini jujur aja selama kita punya kelakuan kayak gini, sampai ayam tumbuh gigi pun susah itu kita kembangkan," tambahnya.
Tidak mau mengulang kejadian sama, Bahlil menyebut sejauh ini masih berjalan investor besar yang mau masuk ke Rempang yakni perusahaan China, Xinyi Group. Adapun total komitmen investasinya mencapai US$ 11,6 miliar atau Rp 182,12 triliun (kurs Rp 15.700).
"Jadi saya pastikan Xinyi insyaallah sampai hari ini saya ngomong ini clear masuk dan saya sudah cek. Sekarang Rempang kita mulai lakukan pergeseran baik-baik, hak-hak rakyat juga kita berikan dan kita tarik aparat keamanan, memang terjadi miskomunikasi di awal," imbuhnya.
Berdasarkan datanya, saat ini hampir 60-an KK di Rempang yang terdampak pembangunan sudah dipindah dan hampir 500 KK mendaftar kesediaannya untuk digeser secara sukarela. Realisasi itu mencapai 50% lebih dari 900 KK yang ada.
"Memang kita komunikasi sama rakyat ini kan harus baik, harus butuh waktu, kita bicara baik-baik. Kalau mereka belum mau itu karena belum ada penjelasan yang mungkin belum dimengerti. Kayak nenek di Pasir Panjang, nenek Tima, saya datang ngobrol, begitu saya datang, 3 hari balik ke Jakarta, sudah pindah nenek Tima-nya," imbuhnya.
(aid/ara)