Kisruh sengketa lahan di kompleks Gelora Bung Karno masih terus berlanjut. Kali ini, sidang perdatanya telah digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat atas gugatan PT Indobuildco terhadap Pusat Pengelolaan Komplek Gelora Bung Karno (PPKGBK).
Gugatan ini dilayangkan PT Indobuildco dengan nomor nomor perkara 667/Pdt.G/2023/PN Jkt.Pst.Klasifikasi perkara tercatat sebagai perbuatan melawan hukum, di mana sidang pertama diagendakan berlangsung 23 Oktober 2023. Namun karena satu dan lain hal, sidang akhirnya ditunda menjadi hari ini.
Dikutip dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jakarta Pusat, Senin (30/10/2023), ada tiga tuntutan yang dilayangkan. Gugatan ini dilayangkan kepada empat pihak, yakni Menteri Sekretaris Negara (Mensetneg) Pratikno, Pusat Pengelolaan Komplek Gelora Bung Karno (PPKGBK), Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Hadi Tjahjanto, serta Kantor Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Pusat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pertama ialah menyatakan Tergugat I, Tergugat II, Tergugat III, dan Tergugat IV telah melakukan perbuatan melanggar hukum. Kedua, menyatakan Penggugat adalah pemegang sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) No. 26/Gelora dan HGB No. 27/Gelora secara sah. Ketiga, menyatakan pembaruan hak atas HGB No. 26/Gelora dan HGB No. 27/Gelora yang diajukan oleh penggugat adalah sah menurut hukum.
Akhirnya, berdasarkan keputusan sidang hari ini, Majelis Hakim PN Jakarta Pusat memutuskan untuk meneruskan perkara ke proses mediasi pekan depan. Baik PPKGBK maupun PT Indobuildco pun telah sepakat atas langkah ini.
Tuntut PPKGBK Bayar Rp 28 T
Gugata tersebut mencakup tuntutan ganti rugi Rp 28 triliun. Kuasa Hukum PT Indobuildco Amir Syamsuddin menjelaskan, seharusnya ganti rugi tersebut lebih besar dibandingkan dengan nominal itu. Ia menerangkan, angka Rp 28 triliun ini berupa kerugian usaha atas perkara ini.
"Indobuildco itu kan suatu usaha pariwisata, pendukung pariwisata yang besar ukurannya di DKI Jakarta. Manakala Anda tiba-tiba membunuh satu usaha tanpa dasar hukum dan tanpa alasan, wajib orang yang melakukan itu bertanggung jawab dan dituntut seberat-beratnya. Saya kira berapa triliun yang ada disebutkan? (Rp 28 triliun) bahkan harusnya lebih daripada itu," kata Amir, saat ditemui di PN Jakarta Pusat, Senin (30/10/2023).
Amir menambahkan, tidak menutup kemungkinan nominal ini berkembang seiring dengan jalannya perkara. Ia juga saat menyayangkan langkah main hakim sendiri yang dilakukan PPKGBK, terutama dalam pemasangan portal beton bukan merupakan tindakan yang dilandasi putusan pengadilan. Beberapa di antara portal ini pun telah dibongkar paksa oleh pihak Hotel Sultan pada pekan lalu.
"Karena jangan kita biasakan seseorang atau pihak mana pun yang merasa dekat atau mengindentifikasi diri sebagai bagian dari kekuasaan kemudian semena-mena memperlakukan warga negara. Tak boleh," tegasnya.
Selain itu, menurutnya masalah ini terjadi lantaran ada pihak yang tidak mengizinkan perpanjangan izin. Hal ini menurutnya tidak lah lazim sehingga akhirnya ia merasa berhak memperkarakannya ke pengadilan.
"Karena pada umumnya, hak yang atas tanah itu ada tata caranya, kapan berakhirnya, kapan harus diperpanjang dan sebagainya. Tapi tidak mungkin seorang secara sepihak, walaupun pernah berselisih pandangan dengan PT Indobuildco, kemudian mengklaim dirinya tanpa melibatkan peranan pengadilan, tanpa adanya penatapan pengadilan, itu kemudian mau melaksanakan eksekusi," imbuhnya.
Pontjo Disebut-sebut Tak Minta Perpanjangan Izin Kelola
Sementara itu, Tim Kuasa Hukum PPKGBK, Kharis Sucipto dari Assegaf Hamzah & Partner mengatakan, HGB bisa diperpanjang 20 tahun atau diperbarui 30 tahun atas seizin pemegang Hak Pengelolaan Lahan (HPL). Namun demikian, PPKGBK maupun Kemensetneg sebagai pemegang HPL tidak pernah menerima izin dari perusahaan milik Pontjo Sutowo tersebut.
"Bagaimana bisa memberi izin kalau tidak diminta izinnya ke Setneg GBK. Tidak pernah ada permintaan izin, tidak pernah ada permohonan rekomendasi sesuai dengan hukum agrarianya kepada Setneg GBK sebagai pemegang HPL 1 Gelora," ujarnya, ditemui terpisah.
Oleh karena itu, ia meminta agar Indobuildco menerima kondisi di mana haknya telah habis. Adapun lahan yang dimaksud HGB No. 26/Gelora yang habis pada bulan Maret 2023 dan HGB No. 27/Gelora yang habis pada April 2023. "Kita minta PT Indobuildco legowo lah terhadap ketiadaan hak atas tanah saat ini," katanya.
Ia juga menegaskan, tindakannya dalam memasang portal penutup akses hotel bukan tindakan eksekusi pengosongan lahan melainkan tindak penguasaan fisik atas tanah milik sendiri. "Kita juga tahu, yang namanya eksekusi harus berdasarkan keputusan pengadilan. Namun penguasaan fisik sendiri terhadap tanah sendiri, silahkan disimpulkan sendiri," sambungnya.
Senada, tim kuasa hukum PPKGBK, Saor Siagian menambahkan, dari awal pemerintah telah berbaik hati memberikan izin kepadanya untuk mengelola tempat tersebut dan meraup keuntungan besar. Namun Pontjo malah sempat mengajukan perpanjangan sepihak.
"Soal perpanjangan dan ini lah yang tidak dipenuhi Indobuildco, saudara Pontjo Sutowo, 20 tahun yang lalu waktu dia memperpanjang sepihak kemudian di sana ada tindak pidana Kanwil Jakarta jadi terdakwa, Pontjo jadi terdakwa, karena sepihak dia meminta perpanjangan 20 tahun tanpa seizin pemilik HPL," ujarnya.
Di sisi lain, Saor mengaku tak paham dengan polemik ini. Pasalnya, pihak Pontjo Sutowo telah berkali-kali mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas putusan HPL ini padahal statusnya sudah punya kekuatan hukum sejak tahun 2011 silam.
Simak Video 'Pihak Hotel Sultan Bicara Alasan Gugat Pengelola GBK Rp 28 T':